Nationalgeographic.co.id—Cinta tidak mengenal asal usul. Jaap Kunst, seorang pemain biola asal Belanda, jatuh cinta dengan musik gamelan saat perayaan Natal di Pura Pakualaman, Yogyakarta pada Desember 1919.
Semenjak itu ada semangat sains dan penjelajahan dalam setiap misinya untuk mencari, mendokumentasikan, dan merefleksikan musik Nusantara. Sepanjang 1919 hingga 1934, Kunst telah menjelajahi negeri-negeri pelosok dari Aceh sampai Papua.
Kunst memang bukan perintis penelitian musik tradisi Nusantara. Namun dia peneliti pertama yang terjun langsung dalam mendokumentasikannya dalam bentuk foto, suara, dan film. Saat dia mendokumentasikan musik-musik tradisi Nusantara, pun saat itu sudah ada kesenian tradisi yang punah atau nyaris punah.
Kunst pernah menyerahkan seribu koleksi alat musik dari seantero Nusantara kepada Bataviaasch Genootschap yang kini menjadi Museum Nasional. Nusi Lisabilia Estudiantin, staf Museum Nasional Indonesia, yang menemukan sebagian "harta karun" peninggalan Kunst.
Seketika Nusi merasa kagum karena ada orang asing yang begitu antusias, tekun dan teliti mendokumentasikan musik-musik Nusantara. "Ada semacam love-hate relationship antara saya dan Jaap Kunst," ujar Nusi dalam acara Bincang Redaksi-44 Cerita Sampul dan Selidik Edisi Maret 2022: Jaap Kunst, Renjana Bebunyian Nusantara. Acara ini digelar National Geographic Indonesia bersama Museum Nasional Geographic Indonesia pada Senin malam, 14 Maret 2022.
"Satu sisi dia adalah 'penjajah' dalam tanda kutip, tapi di sisi lain dia berkontribusi besar dalam mendokumentasikan dan mengenalkan musik tradisi kita."
Jaap Kunst datang ke Nusantara ketika VOC telah menancapkan kuasanya di wilayah kolonial yang dinamai Hindia Belanda ini. Banyak penelitian Jaap Kunst terkait musik tradisi juga dibiayai oleh pemerintah Hindia Belanda.
Perkenalan Nusi dengan Jaap Kunst terjadi ketika ia ditugaskan oleh Kepala Museum Nasional untuk mempelajari semua alat musik yang tersimpan di Museum Nasional. Banyak alat musik tradisi Nusantara di Museum Nasional yang hanya dicatat namanya, tapi dangkal dan sedikit sekali penjelasannya. Alat-alat musik itu tidak diketahui bunyinya, cara memainkannya, fungsinya, hingga penggunaannya di masyarakat setempat.
Melalui proses pencarian data mengenai alat-alat musik tradisi ini, Nusi kemudian berkenalan dan belajar etnomusikologi kepada Rizaldi Siagian, seorang etnomusikolog dari Universitas Sumatra Utara (USU) yang tinggal di Cinere. Dari Rizaldi inilah, Nusi kemudian diperkenalkan dengan buku tulisan Jaap Kunst yang berjudul Hindu-Javanese Musical Instruments.
Saat membaca buku Jaap Kunst inilah, Nusi terkejut karena di dalam buku ini terdapat data alat-alat musik yang sebagian tersimpan di Museum Nasional. Dari situlah Nusi kemudian mencari tahu lebih banyak informasi mengenai Jaap Kunst hingga ke Belanda dan Jerman.
Di Belanda, Nusi menemukan banyak arsip mengenai Jaap Kunst di University of Amsterdam. Dia menemukan fakta bahwa Jaap Kunst telah memberi banyak warisan berupa koleksi musik tradisi Nusatara kepada Bataviaasch Genootschap (Museum Nasional).