Kehidupan Ekonomi Romawi: Sebagian Orang Bebas Justru Ingin Jadi Budak

By Utomo Priyambodo, Selasa, 15 Maret 2022 | 15:00 WIB
Perbudakan menjadi bagian penting dalam perekonomian Romawi. Ada bukti bahwa orang-orang Romawi miskin yang lahir bebas justru menjual diri mereka sebagai budak untuk meningkatkan prospek masa depan mereka. (Ashmolean Museum / CC BY-SA 2.0 )

Nationalgeographic.co.id—Kota Roma muncul antara abad ke-8 dan ke-9 Sebelum Masehi dari kumpulan komunitas pertanian yang telah mendirikan benteng di dekat Sungai Tiber. Menurut legenda, Roma didirikan pada 753 Sebelum Masehi.

Kota ini diperintah oleh raja-raja sampai tahun 509 Sebelum Masehi ketika raja terakhir digulingkan. Setelah ini, Roma menjadi republik dan tetap satu sampai 31 Sebelum Masehi.

Setelah itu Augustus Caesar membuat Roma menjadi monarki pada 27 Sebelum Masehi. Ini adalah awal dari Kekaisaran Romawi.

Selama periode awal Republik, perekonomian Romawi sebagian besar didasarkan pada pertanian. Tulang punggung ekonomi agraris ini terdiri dari para petani skala kecil. Mereka akan bercocok tanam dan menjualnya di kota.

Para petani ini tidak hanya bertanggung jawab untuk menyediakan makanan bagi kota Roma, tetapi juga untuk melindunginya. Pada era Republik, Roma telah mengadopsi gaya organisasi militer hoplite Yunani.

Kota ini dipertahankan oleh para milisi sukarelawan yang terdiri dari para pemilik tanah warga negara Romawi. Para petani Romawi akan menggarap tanah di masa damai dan mengambil senjata dan baju besi apa pun yang mereka mampu untuk berperang demi Republik di masa perang.

Seiring waktu, ketika Roma mulai berperang lebih lama dan lebih mahal, menjadi kurang praktis bagi para tentara untuk terus-menerus kembali dari perang dan mengolah ladang mereka. Pertanian Romawi menjadi semakin besar, sampai sebagian besar produksi pertanian dilakukan oleh perkebunan-perkebunan besar milik elite-elite Romawi yang sangat kaya yang dikerjakan oleh para budak.

Ketika Kekaisaran Romawi tumbuh, perekonomian Romawi juga mengembangkan sektor perdagangan dan manufaktur yang signifikan. Perekonomian Romawi ini bersifat kompleks untuk ukuran zaman kuno kala itu. Sistem perekonomiannya mengandung banyak aspek dari ekonomi pasar modern. Meskipun demikian, perekonomian Romawi masih sederhana dan agraris menurut standar modern.

Pertanian tetap menjadi pusat perekonomian Romawi di sepanjang sejarahnya. Produk pertanian utama di Kekaisaran Romawi adalah biji-bijian, zaitun, dan anggur. Zaitun untuk minyak zaitun, anggur untuk wine, dan biji-bijian untuk roti semuanya penting untuk gaya hidup Romawi.

Mosaik yang menggambarkan para budak Romawi. (Pascal Radigue/Wikimedia Commons)

Gandum sangat penting bagi perekonomian Romawi. Salah satu alasan bahwa Kekaisaran Romawi terus tumbuh adalah untuk mendapatkan akses ke lebih banyak provinsi penghasil biji-bijian. Dua dari sumber utama biji-bijian di Kekaisaran Romawi kemudian adalah Afrika Utara (Tunisia modern) dan Mesir. Ada juga sejumlah besar biji-bijian yang diproduksi di Sisilia.

Distribusi biji-bijian di Kekaisaran Romawi sangat bergantung pada perdagangan dan rantai pasokan kekaisaran. Gandum akan dikirim ke Pelabuhan Roma, Ostia, dan kemudian akan dikirim ke seluruh wilayah Kekaisaran. Para petani diizinkan untuk menyerahkan sebagian biji-bijian sebagai pajak kepada pemerintah Romawi alih-alih jumlah pajak moneter. Aturan ini menyediakan sumber biji-bijian gratis yang dapat didistribusikan para politisi untuk mendapatkan popularitas.

Menurut beberapa sejarawan, sistem ini memberikan sedikit insentif bagi para petani untuk menghasilkan lebih banyak biji-bijian. Sebab, menghasilkan lebih banyak biji-bijian berarti harus membayar lebih banyak pajak. Pajak ini diberlakukan karena banyak orang tidak mampu untuk membeli biji-bijian untuk diri mereka sendiri dan akibatnya biji-bijian harus dibagikan oleh pemerintah.

Hal menarik di zaman Romawi, sebagaimana dikutip dari Ancient Origins, perbudakan juga merupakan aspek penting dan bahkan menjadi salah satu landasan dari perekonomian Romawi. Mulanya, para budak pertanian relatif jarang selama sejarah awal Roma. Namun seiring dengan hilangnya sebagian besar pertanian kecil independen dan berubah menjadi tanah-tanah pertanian milik segelintir orang, para elite Romawi pemilik tanah ini kemudian menggunakan banyak budak untuk merawat ladang mereka.

   

Baca Juga: Jenis-Jenis Gladiator dalam Pertarungan Mematikan Romawi Kuno

Baca Juga: Kisah Pilu dan Mengenaskan Kehidupan Budak di Peradaban Romawi Kuno

Baca Juga: Spartacus, Gladiator yang Pimpin Pemberontakan Budak Melawan Romawi

   

Para budak juga digunakan dalam konteks perkotaan dalam berbagai macam bengkel. Para budak roti Romawi diketahui telah diperlakukan dengan buruk, meskipun banyak budak Romawi sebenarnya menjalani kehidupan yang relatif menyenangkan.

Perbudakan Romawi berbeda dari perbudakan pada periode modern awal. Perbudakan Romawi tidak berdasarkan ras dan jauh lebih mudah bagi para budak untuk mendapatkan kebebasan mereka.

Kebebasan ini diharapkan bagi sebagian besar budak. Setelah para budak membeli kebebasan mereka, orang-orang yang baru dibebaskan ini sering kali memiliki kesempatan yang lebih baik daripada orang-orang miskin yang lahir bebas karena mereka sudah memiliki pelatihan industri dan manajerial yang dapat mereka gunakan untuk mencari pekerjaan. Bahkan ada bukti bahwa orang-orang Romawi miskin yang lahir bebas menjual diri mereka sendiri sebagai budak untuk meningkatkan prospek masa depan mereka.

Namun begitu, praktik perbudakan juga telah menahan perekonomian Romawi. Misalnya, dapat dikatakan bahwa teknologi yang memanfaatkan tenaga air dan tenaga kuda, yang dapat meningkatkan hasil pertanian, tidak pernah dikembangkan selama masa Kekaisaran Romawi karena para budak dianggap cukup untuk melakukan pekerjaan itu.

Hal yang sama juga terjadi di sektor manufaktur. Salah satu alasan yang mungkin bahwa tidak ada revolusi industri di Romawi kuno mungkin karena mereka terlalu bergantung pada para budak sehingga tidak mempertimbangkan untuk membuat mesin bertenaga uap.