Studi Baru: Kaitan Polusi Udara Dengan Gejala Depresi Pada Remaja

By Maria Gabrielle, Rabu, 16 Maret 2022 | 16:00 WIB
Studi ini menggunakan data penelitian sebelumnya yang melibatkan remaja usia 9 hingga 13 tahun. Hasil studi baru menunjukkan tingkat ozon yang tinggi di permukaan tanah dapat berkontribusi pada peningkatan gejala depresi remaja. (Pixabay)

   

Ozon dan komponen lain dari polusi udara dapat berkontribusi pada peradangan parah dalam tubuh. Mereka telah dikaitkan dengan timbulnya dan perkembangan depresi. Remaja mungkin sangat sensitif terhadap efek ini karena mereka menghabiskan lebih banyak waktu di luar ruangan.

Penelitian kali ini hanya mencakup ukuran sampel yang relatif kecil dari satu wilayah di Amerika Serikat. Temuan bersifat korelasional sehingga tidak dapat dibuktikan bahwa kadar ozon menyebabkan peningkatan gejala depresi, hanya saja memang ada keterkaitan di antara keduanya. Mungkin juga komponen lain dari polusi udara selain ozon bisa menjadi faktor pengebab gejala depresi

Peneliti berpendapat polusi udara secara tidak proporsional mempengaruhi komunitas yang terpinggirkan, meningkatnya ozon dapat berkontribusi pada kesenjangan kesehatan. Masyarakat juga harus mempertimbangkan cara untuk mengurangi paparan ozon, seperti mengadakan kegiatan olahraga di dalam ruangan.

Bahkan bila perlu membatasi mengemudi selama kualitas udara sedang buruk. Investasi dalam sumber energi bersih dan terbarukan yang mengurangi polusi udara juga dapat membantu mengurangi efek ozon di pernukaan.

“Saya percaya standar kualitas udara yang sudah ditentukan harus lebih ketat dan kita harus memiliki peraturan yang lebih ketat tentang industri yang berkontribusi terhadap polusi. Temuan kami dan penelitian lain menunjukkan bahwa paparan ozon tingkat rendah pun dapat menimbulkan risiko serius bagi kesehatan fisik dan mental," pungkas Manczak.