Pengadilan Yunani Kuno Atas Socrates, Apa yang Menyebabkannya Dihukum?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 12 April 2022 | 12:01 WIB
Socrates menghadapi ajalnya dengan meminum racun atas tuntutan pengadilan. Padahal bisa saja ia bebas. ( Jacques-Louis David/Wikimedia)

Singkat cerita, Socrates tidak dapat dituntut dalam pengadilan tahun 403 SM atas tindakannya yang berhubungan dengan Tiga Puluh Tiran. Dia dituntut empat tahun sebelum disidang 399 SM. Ia baru diproses ketika penyair Meletus menyampaikan panggilan lisan terhadapnya di hadapan para saksi dan hakim di Royal Stoa, pusat Athena.

Socrates adalah filsuf Yunani kuno yang kisahnya berakhir dengan minum racun karena penistaan agama. Padahal, semestinya ia dihukum karena keterlibatan pemberontakan politik. (lentina_x/Flickr)

Dalam surat dakwaan, Socrates bersalah kerena neggan mengakui dewa-dewi yang diakui negara, dan memperkenalkan dewa-dewi baru. Dia juga bersalah karena merusak kaum muda untuk radikal, sehingga ia dituntut mati. Dengan kata lain, ketidaksopanan atas kerpecayaan yang dilakukan Socrates lebih besar daripada dosa politik yang dilakukannya. 

Sebenarnya ada yang lebih ringan daripada hukuman mati: denda. Plato dalam Plato's Apology sebagai murid bersama pendukung lainnya melakukan penawaran untuk bisa dipenuhi Socrates, tetapi ditolak karena terdakwa enggan bertobat.

Maka dalam pemungutan suara, mayoritas juri lebih menyukai Socrates dihukum mati. Plato mencatat ketika Socrates selesai menyelesaikan persidangan dengan berkata tentang keengganannya "berbicara kepada Anda seperti yang Anda ingin saya lakukan."

     

Baca Juga: Hermes, Dewa Pengantar Pesan dan 'Pencuri' dari Mitologi Yunani

Baca Juga: Apakah Tentara Terakota Tiongkok Terilhami Seniman Patung Yunani Kuno?

Baca Juga: Mengapa Patung-Patung Pria Yunani Kuno Memiliki Penis yang Kecil?

Baca Juga: Kenang Jasa Plato bagi Sejarah Pemikiran dan Ilmu Pengetahuan

  

Dia kemudian dibawa ke penjara sambil mengucapkan kalimat yang paling fenomenal dalam kisah peradilannya "Waktu keberangkatan telah tiba, dan kita pergi ke jalan kita--aku mati, dan kamu hidup. Yang nasibnya lebih baik hanya diketahui oleh Tuhan.". Beberapa sejarawan lebih berpendapat bahwa kata-kata itu bisa jadi dibuat oleh Plato, bukan Socrates karena sebenarnya tidak ada catatan yang menunjukkan peradilan Athena mengizinkan terdakwa boleh berbicara saat dihukum.

399 SM, masa itu tiba. Socrates telah menghabiskan waktu-waktu terakhirnya di sel penjara Athena. Beberapa sarjana yakin, bahwa eksekusi Socrates meminum racun adalah pilihan bunuh diri, sebab dilihat dari karakternya memungkinkan ia untuk membujuk dan memprovokasi mereka.

"Pengadilan Socrates dengan demikian menjadi bunuh diri paling menarik yang pernah ada di dunia. Jika dia mau, Socrates bisa memenangkan pembebasan. Kedekatan suara menunjukkan bahwa tidak ada yang tak terelakkan tentang hukumannya. Jika dia kurang rendah diri, kurang konfrontatif, kurang arogan, hak yang benar-benar dibanggakan oleh orang Athena, para juri mungkin akan lebih menerima," tulis O. Linder.

"Socrates tahu bagaimana cara mati. Cara dia memilih untuk mati meningkatkan reputasinya di antara rekan-rekannya dan menjadikannya martir besar pertama untuk kebebasan berbicara, semacam orang suci sekuler."