Aristoteles di Yunani dan Nasibnya karena Kedekatan dengan Makedonia

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 31 Maret 2022 | 14:00 WIB
Aristoteles (kanan) sangat dekat dengan keluarga kerajaan Makedonia yang pada masa berikutnya menguasai negara-kota Yunani. Dia pun menjadi tutor Alexander Agung (kiri) yang membuat kondisinya bergantung pada situasi politik dan militer Makedonia. (Wikimedia Commons)

Alexander III harus meredam langsung pemberontakan dua kali. Perlawanan Yunani kedua, terang Chroust, terjadi saat Alexander hendak menjalankan kampanye ke Asia.

Baca Juga: Charles Darwin Ungkap Bagaimana 'Kecantikan' Dapat Terbentuk

Baca Juga: Arkeolog Yunani Mengeklaim Temukan Makam Olympias, Ibu Alexander Agung

Baca Juga: Seorang Petinggi Mesir Mengklaim Temukan Makam Alexander Agung

Darius III, raja Persia  Achaemenid yang menjadi biang keroknya supaya menunda invasi Alexander, dengan mengirim dana dan agen di beberapa kota Yunani. Perlawanan itu diawali dengan berita bohong mengenai kematian Alexander III. Tapi dengan cepat, raja muda itu langsung menumpas pemberontakan yang pecah di Thebes.

Barulah kemudian Alexander III melanjutkan ekspedisi yang dicita-citakan ayahnya untuk menguasai Asia, dan Aristoteles bisa hidup di akedemi yang didirikannya di luar batas kota Athena, Lyceum.

Pengajar filsafat Anselm Amadio dari Illinois Institute of Technology menulis di Britannica, keberhasilan Alexander III menaklukkan Persia di Asia membuat hubungannya dengan Aristoteles mendingin.

Ilustrasi Lyceum, akademi yang didirikan Aristotle di luar batas kota Athena. (Wikimedia Commons)

Aristoteles telah mengajari Pangeran Alexander setelah diminta Raja Makedonia Kuno, Phillip II. (Stock Montage)

"Alexander menjadi semakin megalomaniak, akhirnya menyatakan dirinya dewa dan menuntut agar orang Yunani bersujud di hadapannya dalam pemujaan," tulisnya.

"Penolakan terhadap permintaan ini dipimpin oleh keponakan Aristoteles Callisthenes (sekitar 360 - 327 SM), yang telah ditunjuk sebagai sejarawan ekspedisi Asiatik Alexander atas rekomendasi Aristoteles.". Callisthenes akhirnya dibunuh oleh pasukan Makedonia

Tahun 323 SM, Alexander Agung meninggal muda di Babilonia (sekitar 50 kilometer dari Baghdad kini) setelah ekspedisinya menguasai Persia dan Mesir. Negara-kota Yunani bergolak kembali untuk melepaskan pengaruh Makedonia. Sementara, hubungan yang dingin antara Aristoteles dan mantan muridnya itu membuatnya tidak mendapatkan perlindungan militer.

Maka, lagi-lagi Aristoteles harus meninggalkan Athena karena sentimen anti-Makedonia hidup kembali. Di tahun 322 SM, Aristoteles dituduh atas ketidaksopanan dan penistaan.

"Namun, dakwaan semacam itu mungkin hanya dalih belaka—masalah layar untuk membuang orang asing Makedonia yang sangat tidak disukai dan, pada saat itu, sama sekali tidak berdaya," Chroust berpendapat. Orang yang menuduh Aristoteles adalah agamawan Athena bernama Demophilus dan Eurymedon the Hierophant.

"Saya tidak akan mengizinkan orang Athena untuk berbuat dosa dua kali terhadap filsafat," kata Aristoteles yang pindah ke Euboea, tempat keluarga ibudanya berada. Dosa dua kali di sini dimaksudkannya adalah filosof Socrates yang mati diracun dalam pengadilan Athena. Di Euboea, ia menghabiskan sisa masa tuanya hingga meninggal dan belum ada catatan jelas yang menunjukkan Aristoteles menyambangi akademi Lyceum-nya di Athena.