Pagebluk Pes Mematikan Menginfeksi Jalur Sutra Antara 1346-1352

By Galih Pranata, Sabtu, 16 April 2022 | 10:00 WIB
Litograf imbas Black Death karya Pieter Bruegel. (Pieter Bruegel/Aeon)

Nationalgeographic.co.id—Jalur Sutra, jaringan rute perdagangan darat dan laut yang menghubungkan Asia dengan Eropa dari 130 SM hingga 1453 M, menjadi sumber vital perniagaan segala hal, mulai dari kain hingga rempah-rempah dan batu mulia.

Tak sebatas sebagai ruang niaga, jalur ini berkontribusi menghubungkan berbagai komunitas dan memungkinkan mereka untuk berbagi banyak hal, seperti pembuatan kertas dan teknologi pencetakan, serta bahasa, budaya, dan keyakinan agama.

Nahas, jalan raya super sibuk di abad pertengahan ini pun menyimpan sejarah yang gelap dan kelam: adanya salah satu pandemi besar pertama—wabah mematikan yang dikenal sebagai Black Death—menyebar di sepanjang rute.

"Pagebluk ini akhirnya mencapai tepi Eropa, di mana ia telah menewaskan lebih dari 50 juta orang antara 1346 dan 1352," tulis Patrick J. Kiger kepada History.

kiger menulisnya dalam sebuah artikel yang berjudul "How the Black Death Spread Along the Silk Road" yang dipublikasikan pada 23 April 2020.

Jalur Sutra menjadi sarana yang memungkinkan, untuk pertama kalinya, penularan pagebluk wabah endemik Asia Tengah untuk dapat menyebar di sepanjang rute Jalur Sutra ke Eropa.

"Salah satu alasan Jalur Sutra sangat efektif dalam membantu penyebaran mikroba penyebab munculnya pagebluk adalah karena, rute itu bukan satu-satunya rute," imbuhnya.

Bagian darat dari Jalur Sutra sebenarnya adalah serangkaian jalur yang terbelah dan terhubung kembali melintasi stepa Asia Tengah, hampir seperti pembuluh darah tubuh manusia atau pembuluh darah di daun tanaman.

"Di sepanjang jaringan itu ada berbagai perhentian—desa, kota, dan pos terdepan yang disebut cavaranserais—tersebar sekitar satu hari pendakian," sebutnya.

Beberapa pelancong menutupi bentangan Jalur Sutra, yang membentang ribuan mil dari Asia Timur ke Turki. Sebaliknya, karavan pedagang dan unta melakukan perjalanan bolak-balik di antara simpul-simpul lokal.

Mereka memperdagangkan barang dagangan mereka untuk barang lain, emas atau uang, dan kemudian kembali ke rumah.

Dalam prosesnya, para pedagang dan hewan mereka juga melewati wabah menular, yang menyebar perlahan dan bertahap di antara titik-titik di sepanjang Jalur Sutra.

Sayangnya, rute tersebut juga membawa para pelancong mendekati apa yang oleh beberapa peneliti disebut sebagai sumber penyakit yang sangat mematikan, Yarsinia Pestis atau Pes.

Dalam sebuah studi tahun 2015 , ilmuwan Norwegia dan Swedia mengusulkan bahwa fluktuasi iklim stepa Asia Tengah menyebabkan populasi hewan pengerat di kawasan itu—mungkin gerbil dan marmut khususnya—mati berjatuhan.

Hal itu, pada gilirannya, mungkin telah memaksa kutu yang membawa bakteri Yersinia pestis, yang menyebabkan pagebluk, untuk meninggalkan inang hewan pengeratnya dan mencari tempat tinggal baru, seperti unta dan pemiliknya yaitu manusia.

Setelah beberapa tahun relokasi kutu, menurut teori para ilmuwan, perlu satu dekade lagi bagi karavan Asia Tengah untuk secara bertahap menyebar wabah ke arah barat, hingga mencapai tepi Eropa.

 Baca Juga: Bakteri Penyebab Black Death Sudah Menyerang Manusia 5.000 Tahun Lalu

 Baca Juga: Mengapa Sepanjang Jalur Sutra Bisa Menyebarkan Pagebluk Antarbenua?

 Baca Juga: Black Death dan Wabah Mematikan Bisa Terjadi Akibat Perubahan Iklim

Kaffa, pelabuhan Laut Hitam Krimea yang sekarang dikenal sebagai Feodosia, agaknya menjadi titik awal gelombang utama Black Death abad pertengahan dari Asia ke Eropa pada 1346-1347.

Orang-orang Genoa atau Venesia meninggalkan Kaffa dengan perahu, menginfeksi Konstantinopel dan Athena saat mereka menuju Sisilia dan Venesia dan Genoa.

Bagaimanapun, ketika Black Death mencapai Eropa, ia menyerang populasi yang sudah lemah dan kekurangan gizi oleh sifat brutal ekonomi feodal.

Sepasang suami istri menderita lepuh Black Death, wabah pes yang melanda Eropa pada Abad Pertengahan. (VCG Wilson/Corbis/Getty Images)

"Antara bulan Maret dan Juli tahun yang mengerikan itu, sejarawan Giovanni Boccaccio mencatat bahwa lebih dari 100.000 penduduk kota meninggal, tubuh mereka ditumpuk di luar pintu," sebut Kiger dalam tulisannya.

Istana-istana megah dan rumah-rumah megah tempat para bangsawan dan pelayan mereka tinggal dibiarkan kosong, sehingga kota itu hampir tidak berpenghuni.

Tanpa pengetahuan ilmiah modern dan antibiotik, orang Eropa berjuang dengan coba-coba menemukan cara untuk melawan keganasan wabah pes.

Hingga akhirnya, berkurangnya Wabah terjadi karena pemberlakuan karantina, lazaretto, pengadaan rumah sakit khusus wabah dan penggunaan masker yang belum sempurna oleh petugas medis.

Namun Black Death belum sepenuhnya berakhir. Strain yang berbeda dari bakteri yang sama kembali merusak Eropa dan lagi dan lagi sampai tahun 1700-an, hingga masuknya pengaruh Eropa ke Asia hingga Nusantara.