Nationalgeographic.co.id—Setelah menikmati sosis, puding darah, ambing babi muda, ikan air tawar, lobster, perjamuan ditutup dengan anggur Falernian. Maka tidak heran jika orang Romawi akan merasa sangat kenyang setelah menghadiri perjamuan makan.
Apakah pernah terpikir bahwa di tengah-tengah perjamuan ini seseorang melakukan kunjungan singkat ke vomitorium? Sebuah ruangan yang bersebelahan dengan ruang makan, dipenuhi dengan baskom dan bulu-bulu untuk menggelitiki tenggorokan agar bisa muntah. Setelah muntah, perut pun memiliki tempat untuk santapan selanjutnya.
Apakah orang Romawi benar-benar memiliki ruangan khusus untuk muntah atau vomitorium? Vomitorium terdiri dari kata kerja vomo (saya muntah) dan vomito (saya terus muntah). Juga kata benda vomitor (orang yang muntah).
Meski mengandung kata ‘muntah’ namun vomitorium tidak berfungsi sebagai tempat untuk muntah setelah makan. Tidak ada sumber kuno yang benar-benar menggambarkan kata vomitorium sebagai ruang khusus untuk muntah.
Ini pertama kali muncul di Saturnalia Macrobius, yang ditulis pada abad ke-5 Masehi. Macrobius menggunakan vomitoria untuk merujuk pada bagian-bagian di mana penonton dapat keluar dari tempat duduk mereka. Ini merupakan bagian yang terletak di bawah atau di belakang tingkat kursi di amfiteater atau stadion, di mana kerumunan besar dapat keluar dengan cepat di akhir pertunjukan. Vomitorium juga bisa menjadi jalur bagi aktor untuk masuk dan keluar dari panggung.
Sampai sekarang, vomitorium atau vomitoria masih digunakan oleh para arkeolog sebagai istilah arsitektur.
“Kesalahpahaman tentang vomitorium sebagai ruang muntah ini diakui secara luas dalam budaya populer,” ungkap Caillan Davenport, dosen sejarah Romawi di Universitas Macquarie.
Bagaimana kata vomitorium bisa diakui sebagai ruangan untuk muntah?
Sejarah vomitorium
Pada 1929, Aldous Huxley menulis dalam novelnya, Antic Hay:
"Tetapi Tuan Mercaptan tidak memiliki ketenangan sore ini. Pintu kamar kerjanya dibuka dengan kasar, dan di sana ia melangkah masuk, seperti seorang Goth ke dalam vomitorium marmer yang elegan milik Petronius Arbiter, seorang yang kuyu dan acak-acakan..."
Bagian ini biasanya dikutip sebagai pertama kalinya vomitorium disalahgunakan untuk mengartikan ruangan yang digunakan untuk muntah.