Pemodelan Formasi Lanskap di Titan Singkap Dunia Alien yang Mirip Bumi

By Wawan Setiawan, Rabu, 27 April 2022 | 13:00 WIB
Lebih besar dari planet Merkurius, bulan besar Titan terlihat di sini saat mengorbit Saturnus. Di bawah Titan adalah bayangan yang ditimbulkan oleh cincin Saturnus. Tampilan warna alami ini dibuat dengan menggabungkan enam gambar yang diambil oleh pesawat luar angkasa Cassini NASA pada 6 Mei 2012. (NASA/JPL-Caltech/Space Science Institute)

  

Baca Juga: Mengenal Titan, Bulan Terbesar Kedua di Tata Surya Milik Saturnus

Baca Juga: Astronom Terbitkan Peta Sungai dan Anak Sungai Metana Cair di Titan

Baca Juga: Tidak Hanya Terjadi di Bumi dan Mars, Badai Debu Juga Terjadi di Titan

Baca Juga: Astronom Menemukan Mekanisme Misterius yang Memicu Aurora Saturnus

     

Apa yang membuat ooid unik adalah pembentukannya melalui presipitasi kimiawi. Sementara itu proses erosi yang simultan memperlambat pertumbuhan karena butiran-butiran itu saling bertumbukan oleh gelombang dan badai. Kedua mekanisme yang bersaing ini menyeimbangkan satu sama lain sepanjang waktu untuk membentuk ukuran butir yang konstan, sebuah proses yang menurut para peneliti juga bisa terjadi di Titan.

"Kami mampu menyelesaikan paradoks mengapa ada bukit pasir di Titan begitu lama meskipun bahannya sangat lemah,” kata Lapôtre. “Kami berhipotesis bahwa sintering—yang melibatkan butiran lain yang menjadi satu bagian—bisa mengimbangi abrasi saat angin mengangkut butiran."

Berbekal hipotesis untuk pembentukan sedimen, Lapôtre dan rekan studinya menggunakan data tentang iklim Titan dan arah transportasi sedimen. Proses itu digerakkan oleh angin yang bisa menjelaskan formasi geologi: bukit pasir di dekat khatulistiwa, dataran di pertengahan lintang, dan medan labirin di dekat kutub.

Pemodelan atmosfer dan data dari misi Cassini mengungkap bahwa angin biasa terjadi di dekat khatulistiwa. Temuan ini mendukung gagasan bahwa sintering yang lebih sedikit akan menghasilkan butiran pasir halus yang menjadi komponen penting dari bukit pasir.

Penulis studi memperkirakan adanya jeda dalam transportasi sedimen di kedua sisi khatulistiwa. Pada saat itulah sintering dapat mendominasi dan menciptakan butiran yang lebih kasar, yang akhirnya berubah menjadi batuan dasar pembentuk dataran Titan.

"Kami menunjukkan bahwa di Titan, seperti di Bumi dan apa yang dulu terjadi di Mars, memiliki siklus sedimen aktif yang dapat menjelaskan distribusi latitudinal lanskap melalui abrasi  yang didorong oleh musim Titan," tutur Lapôtre. "Sangat menarik untuk memikirkan bagaimana ada dunia alternatif di luar sana, di mana segala sesuatunya sangat berbeda, namun sangat mirip."