Tim Ilmuwan Internasional Temukan Penyebab Genetik Penyakit Lupus

By Maria Gabrielle, Jumat, 29 April 2022 | 13:00 WIB
Ilustrasi DNA. (Pixabay)

Nationalgeographic.co.id—Lupus merupakan salah satu jenis penyakit autoimun. Penyakit ini menyebabkan peradangan pada organ dan persendian, mempengaruhi gerakan, kulit serta menyebabkan kelelahan.

Diketahui tidak ada obat untuk penyakit lupus, sebagian besar perawatan saat ini menekan sistem kekebalan tubuh untuk mengurangi gejalanya. Dilansir dari Medical Xpress, lupus mempengaruhi sekitar 50.000 orang di Inggris.

Studi baru yang dilakukan tim ilmuwan internasional telah mengidentifikasi mutasi DNA pada gen yang merasakan RNA virus, sebagai penyebab penyakit autoimun lupus. Penemuan tersebut membuka jalan bagi pengembangan pengobatan baru.

Dalam studi ini, para ahli melakukan pengurutan seluruh genom pada DNA seorang anak Spanyol bernama Gabriela. Ketika berusia tujuh tahun, dia didiagnosis menderita lupus akut. Kasus parah dengan gejala awal, jarang terjadi dan menunjukkan penyebab genetik tunggal.

Penelitian ini telah dipublikasikan di laman Nature dengan judul TLR7 gain-of-function genetic variation causes human lupus pada 27 April 2022. Berdasarkan analisis genetik para peneliti menemukan satu titik mutasi pada gen TLR7. Rujukan dari Amerika Serikat dan China Australia Centre of Personalized Immunology (CACPI) di Rumah Sakit Shanghai Renji, mereka mengidentifikasi kasus lupus parah lainnya di mana gen ini juga bermutasi.

Guna memastikan bahwa mutasi gen TLR7 menyebabkan lupus, tim menggunakan gene-editing CRISPR untuk memasukkannya dalam tikus. Kemudian pada tikus-tikus ini timbul penyakit dan menunjukkan gejala yang sama, itu memberikan bukti bahwa mutasi TLR7 adalah penyebabnya. Oleh Gabriela, model tikus dan mutasinya diberi nama Kika.

Carola Vinuesa, peneliti utama di Center for Personalized Immunology di Australia, co-director CACPI mengungkapkan bahwa menemukan pengobatan untuk lupus yang efektif menjadi tantangan besar.

“[Pengobatan dengan] menekan sistem kekebalan tubuh yang saat ini digunakan dapat memiliki efek samping serius dan membuat pasien lebih rentan terhadap infeksi.Hanya ada satu pengobatan baru yang disetujui oleh FDA dalam waktu sekitar 60 tahun terakhir,” ujar Carola Vinuesa.

"Ini adalah pertama kalinya mutasi TLR7 terbukti menyebabkan lupus, memberikan bukti yang jelas tentang salah satu cara penyakit ini bisa muncul,” lanjutnya.

Peneliti lainnya yang terlibat dalam studi ini Profesor Nan Shen menambahkan walau mungkin hanya sejumlah kecil orang dengan lupus yang memiliki varian di TLR7 diketahui bahwa banyak pasien memiliki tanda-tanda overaktivitas di jalur TLR7. Maka dengan mengkonfirmasi penyebab hubungan antara mutasi gen dan penyakit, para ahli ini dapat mulai mencari pengobatan yang lebih efektif.

Lebih lanjut, mutasi yang diidentifikasi peneliti menyebabkan protein TLR7 lebih mudah mengikat komponen asam nukleat yang disebut guanosin dan menjadi lebih aktif. Ini meningkatkan sensitivitas sel kekebalan, membuatnya lebih mungkin untuk salah mengidentifikasi jaringan sehat sebagai benda asing atau rusak dan melakukan serangan terhadapnya.

Menariknya, penelitian lain menunjukkan mutasi yang menyebabkan TLR7 menjadi kurang aktif dikaitkan dengan beberapa kasus infeksi COVID-19 yang parah, menyoroti keseimbangan sistem kekebalan yang sehat.

  

Baca Juga: Mengenal Afasia, Gangguan pada Otak yang Diderita Bruce Willis

 Baca Juga: Semua Jenis Kopi dapat Melindungi dari Infeksi Hepatitis Akut

 Baca Juga: Wabah Antoninus, Penyakit Misterius yang Membuat Romawi Jadi Neraka

Baca Juga: Rutin Konsumsi Alpukat, Berisiko Lebih Rendah Terkena Penyakit Jantung

  

Penelitian ini juga dapat membantu menjelaskan mengapa lupus sekitar 10 kali lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Saat TLR7 duduk di kromosom X, wanita memiliki dua salinan gen sementara pria memiliki satu.

Biasanya, pada wanita salah satu kromosom X tidak aktif, tetapi pada bagian kromosom ini, pembungkaman salinan kedua seringkali tidak lengkap. Berarti wanita dengan mutasi pada gen ini dapat memiliki dua salinan yang berfungsi.

Para peneliti kini bekerja dengan perusahaan farmasi untuk mengeksplorasi pengembangan, atau penggunaan kembali perawatan yang ada, yang menargetkan gen TLR7. Mereka berharap bahwa penargetan gen ini juga dapat membantu pasien dengan kondisi terkait.

“Ada penyakit autoimun sistemik lainnya, seperti rheumatoid arthritis dan dermatomiositis, yang masuk dalam keluarga besar yang sama dengan lupus. TLR7 mungkin juga berperan dalam kondisi ini,” pungkas Vinuesa.