Cara Terbaru Mengukur Lubang Hitam: Cari Pasangan yang Melebur

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 10 Mei 2022 | 12:00 WIB
Dua lubang hitam yang bergabung. Fenomena pelensaan seperti ini dapat membantu astronom untuk mengukur lubang hitam seperti massa, ruang, dan waktunya. (Jordy Davelaar/Columbia University)

Nationalgeographic.co.id—Setelah sekian lamanya kita berkhayal tentang lubang hitam dengan ilustrasi, tiga tahun lalu gambar objek antariksa itu berhasil dipotret. Lubang hitam itu berada di pusat galaksi Mesier 87 dan menjadi fokus Event Horizon Telescope, teleskop piringan radio dari seluruh dunia yang tersinkronisasi.

Berkat temuan ini, para peneliti menemukan cara potensial untuk menatap ke dalamnya. Mereka menjelaskannya lewat dua jurnal di Physical Review Letters dan Physical Review D yang serentak dipublikasikan pada 9 Mei 2022. Cara ini diyakini memungkinkan para astronom untuk mempelajari lubang hitam yang lebih kecil dari M87.

"Butuh waktu bertahun-tahun dan upaya besar-besaran oleh lusinan ilmuwan untuk membuat gambar lubang hitam M87 beresoulsi tinggi itu," kata penulis pertama kedua studi, Jordy Davelaar, pascadoktroal di Flatiron Institute's Center for Computational Astrophysics, dalam rilis Columbia University. "Pendekatan itu hanya bekerja untuk lubang hitam terbesar dan terdekat—pasangan di jantung M87 dan berpotensi Bima Sakti kita sendiri."

Ada dua syarat dalam teknik ini. Astronom perlu sepasang lubang hitam supermasif yang hampir bergabung. Kemudian, melihat kedua lubang hitam itu pada sudut yang menyamping, sehingga satu lubang hitam lewat di depan lainnya. Perlu ada kilatan cahaya terang untuk mengamati karena cincin bercahaya lubang hitam yang jaraknya lebih jauh, diperbesar oleh lubang hitam yang lebih dekat.

"Dengan teknik kami, Anda mengukur kecerahan lubang hitam dari waktu ke waktu, Anda tidak perlu menyelesaikan setiap objek secara spasial. Seharusnya mungkin untuk menemukan sinyal ini di banyak galaksi," lanjut Davelaar.

Fenomena itu disebut lensa gravitasi. Tetapi ada peredupan halus yang ditemukan para peneliti sebagai sinyal tersembunyi. Peredupan itu dapat berlangsung dari beberapa waktu tergantung pada seberapa besar lubang hitam dan seberapa dekat orbitnya terjalin.

Pada awalnya, mereka mengira itu adalah kesalahan pengkodean saat mengamati lubang hitam. Tetapi pemeriksaan lebih lanjut membuat mereka mempercayai sinyal tersebut sebagai cara untuk mengamati.

Para peneliti menyadari bahwa setiap penurunan kecerahan sangat cocok dengan waktu yang dibutuhkan lubang hitam yang lebih dekat untuk lewat di depan bayangan lubang hitam belakangnya.

Davelaar dan rekannya Zoltán Haiman mengatakan, jika astronom hendak mengukur berapa lama penurunannya berlangsung, dapat diperkirakan dari ukuran dan bentuk yang ditimbulkan cakrawala peristiwa lubang hitam. Saat itu, ada banyak materi yang tidak bisa lolos, bahkan cahaya.

Haiman, profesor fisika di Columbia University menjelaskan, bayangan lubang hitam adalah fitur yang paling misterius dan informatif. "Titik gelap itu memberi tahu tentang ukuran lubang hitam, bentuk ruang-waktu di sekitarnya, dan bagaimana materi jatuh lubang hitam di dekat cakrawalanya."

Teringat pada relativitas umum Albert Einstein. Teori ini menjadi dasar untuk memprediksi ukuran lubang hitam. Tetapi, ahli fisika lain menguji teori gravitasi alternatif untuk dua gagasan bersaing, yakni dengan fisika kuantum yang bisa membantu menjelaskan bagaimana partikel kecil seperti elektron dan foton dapat menempati beberapa keadaan di alam semesta.