Musuh Tak Kasatmata nan Mematikan: Empat Pagebluk Terburuk Dunia Kuno

By Sysilia Tanhati, Selasa, 10 Mei 2022 | 16:00 WIB
Wabah Antoninus datang secara misterius. Ada yang menyebut penyakit ini merupakan ganjaran karena orang Kristen tidak menyembah dewa. (Levasseur/Wellcome Collection gallery)

Nationalgeographic.co.id—Pandemi bukanlah hal yang baru di dunia, bahkan dunia kuno tidak asing dengan pandemi. Musuh tidak kasatmata yang paling mematikan ini menyebabkan kematian yang meluas. Beberapa pandemi ini bahkan mengubah sejarah Mediterania kuno.

Dari sepuluh tulah Mesir yang terkenal hingga COVID-19, pandemi selalu menjadi bagian dari peradaban manusia. Orang dan ternak, ditambah dengan sanitasi buruk dan malnutrisi, dapat dengan mudah menjadi mangsa musuh yang tak terlihat.

“Munculnya kota-kota, pertumbuhan kerajaan kuno, dan perluasan rute perdagangan memfasilitasi penyebaran infeksi. Ini menyebabkan pandemi global pertama,” ungkap Vedran Bileta dilansir dari laman The Collector.

Tidak seperti hari ini, orang dahulu tidak menyadari kuman. Mereka juga tidak memiliki obat untuk penyakit mematikan. Sebaliknya, penyakit dianggap sebagai hukuman ilahi atas dosa-dosa yang dilakukan.

Pandemi menyusutkan populasi, merusak ekonomi, menyebabkan kekacauan sosial serta melemahkan negara.

Wabah Athena (429-426 SM)

Untuk mencegah kekalahan dari Sparta di tahun 429 SM, jenderal dan negarawan Athena Perikles memerintahkan rakyatnya untuk mundur. Mereka bersembunyi di balik tembok kota yang kokoh.

Menurut sejarawan kontemporer Thukidides, ini adalah saat ketika bencana melanda lewat musuh yang tidak terlihat.

Wabah Athena mungkin tiba dengan kapal ke Piraeus setahun sebelumnya, setelah pertama kali menghancurkan Mesir dan Afrika Utara. Orang-orang berkerumun dalam jarak dekat di balik tembok kota mempercepat penyebaran wabah.

Thukidides, pria yang selalu menyukai detail, menggambarkan gejalanya.

“Pada awalnya, Wabah Athena tidak berbahaya. Hanya demam, bersin, dan sakit tenggorokan. Namun, situasinya segera memburuk dengan orang yang terinfeksi menderita batuk hebat dan nyeri dada yang mengerikan. Kemudian kulit mereka menjadi merah dan ditutupi dengan luka. Banyak orang dalam keadaan sehat ketika terinfeksi tetapi meninggal dalam waktu sepuluh hari setelah mengalami gejala pertama. Suhu tubuh mereka sangat tinggi sehingga tidak bisa menoleransi pakaian dan berulang kali meminta air.”

Gejalanya menunjukkan demam tifoid – penyakit mematikan yang masih membunuh lebih dari seratus ribu orang di negara berkembang setiap tahun.