Kala Kesultanan Cirebon Bernaung di Bawah VOC untuk Melawan Mataram

By Galih Pranata, Senin, 16 Mei 2022 | 11:00 WIB
Taman Sunyaragi di Kesultanan Cirebon, Jawa Barat. Kisah Nyai Subang Larang tercatat dalam Carita Purwaka Caruban Nagari (CPCN), karya Pangeran Arya Cerbon yang digubahnya pada 1720. ('De Indische Archipel', 1865-1876 / Tropenmuseum)

Nationalgeographic.co.id—Setidaknya terdapat dua perkara yang memantik konflik yang berkepanjangan di Priangan. Pertama, kedatangan Susuhunan Mataram dari Jawa tengah bagian selatan ke kawasan Priangan. Kedua, perebutan takhta dengan Kesultanan Cirebon.

Wilayah timur Priangan yang dikenal dengan budaya Sundanya, menjadi proyek Jawanisasi Mataram selama mereka berkuasa di sana. Cirebon yang hanya berada lebih dekat sedikit, kalah duluan dalam membangun hubungan dengan penguasa-penguasa lokal.

Jan Breman menguak adanya strategi politik perkawinan untuk menyatukan wilayah timur Priangan dengan Susuhunan Mataram dari Jawa tengah bagian selatan.

Breman menulis dalam buku yang diterjemahkan berjudul Keuntungan Kolonial dari Kerja Paksa: Sistem Priangan dari Tanam Paksa Kopi di Jawa, 1720-1870. Buku itu terbit pada 2014.

Sejak saat itu, Sultan Cirebon hanya bisa menunggu momentum untuk mengambil alih kuasanya atas Mataram yang lancang bertakhta di Priangan.

Jalan sejarah membawa Mataram ke arah yang berlainan manakala mereka harus berhadapan dengan kongsi dagang Belanda, VOC. Upaya Mataram untuk melakukan politik ekspansi menjadi lebih sukar. Mataram, yang berusaha mengepung VOC, malah harus berlutut kepadanya dan merelakan wilayah kekuasaannya atas Priangan untuk VOC.

Di pihak lain, Kesultanan Cirebon melihat bahwa mereka bisa memanfaatkan momentum untuk merebut kawasan timur Priangan. Bukan seperti Kerajaan Sumedang yang lebih memilih bergabung dengan Mataram, Kesultanan Cirebon bersikap sebaliknya.

Meski mereka dipaksa tunduk kepada Mataram, pada kenyatannya para penguasa Cirebon lebih memilih bernaung di bawah panji VOC. "Para penguasa Cirebon melihat pengabdian mereka terhadap Mataram beralih menjadi ketergantungan yang lebih besar terhadap VOC," tulis Breman.

Tidak tanggung-tanggung, antara Kesultanan Cirebon dan VOC sudah membangun perjanjian dan kesepakatan. "Perjanjian tahun 1681 mewajibkan dinasti Kesultanan Cirebon menerima VOC sebagai pelindung," tambahnya.

Pertempuran laut yang ganas di lepas pantai Banten pada 25-30 Desember 1601 antara lima kapal belanda dan 30 kapal portugis yang dibantu galai dari angkatan laut Sultan. Belanda unggul, Banten dikuasai. Karya Isaac Commelin (1598-1676). (Royal Collection Trust)

Bukan cuma hitam di atas putih, VOC juga melayangkan tuntutan. Menurut Breman, pengakuan Cirebon atas VOC juga diwujudkan dalam bentuk pembangunan benteng, penyerahan keuntungan dagang dan hak atas wilayah dataran tinggi di sekitarnya.

Merle Ricklefs menuliskan bahwa perjanjian itu menyebutkan para penguasa Cirebon selanjutnya takluk kepada Mataram. Namun, Amangkurat II (penguasa Mataram) dengan jelas memperlihatkan ketidaksenangannya atas hilangnya kewenangan wilayah Jawa bagian barat atau Priangan kepada VOC.