Merapah Rempah: Selidik Tradisi Memuliakan Kunyit dan Misteri Asalnya

By National Geographic Indonesia, Selasa, 17 Mei 2022 | 12:00 WIB
Jamu menjadi salah satu olahan khas dari kunyit merah. Kandungan zat curcumin dalam kunyit merah berkhasiat sebagai modulator imun yang membantu fungsi sel kekebalan tubuh melawan kanker. (DONNY FERNANDO/NATIONAL GEOGRAPHIC INDONESIA)

Misteri si rempah emas, sejak kapan pemanfaatannya dalam tradisi Nusantara?

Oleh Dani Kosasih

    

Nationalgeographic.co.id—Satu sore, dapur rumah kami penuh dengan tapak tangan berwarna kuning. Mulai dari lantai, kain lap tangan hingga tempat mencuci tangan semuanya terkontaminasi warna kuning cerah. Saat diselisik, Nirma Kosasih, perempuan 32 tahun, ternyata sedang terburu-buru membuat racikan minuman yang akan dia konsumsi untuk menghilangkan rasa nyeri pada perutnya akibat datang bulan.

Dengan bahan dasar kunyit, dia meracik ramuan rempah yang dicampur madu untuk diminum. Biasanya, ramuan ini akan memberikan khasiat yang cukup cepat untuk menghilangkan rasa nyeri yang dia rasakan. Khasiatnya bekerja 15 hingga 20 menit setelah jamu tersebut melewati kerongkongannya.

“Minum air campuran kunyit dan madu ini sudah jadi rutinitas saya saat perut sakit karena datang bulan,” tuturnya.

Lalu apa itu kunyit? Dilansir dari laman Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, kunyit atau Curcuma longa adalah tanaman semak yang umumnya berwarna kuning atau cokelat tua.

Di Indonesia, kunyit dikenal dengan banyak nama seperti: kakunye di Enggano, kunyet di Adoh, kuning di Gayo, kunyet di Alas, hunik di Batak, odil di Simalur, undre di Nias, kunyit di Lampung dan di Melayu, kunyir di Sunda, kunir di Jawa Tengah, serta temo koneng di Madura.

Hingga saat ini, sulit sekali menemukan literatur yang bisa menceritakan awal masuknya kunyit di Indonesia. Penggunaannya yang beragam masih menjadi misteri bagi banyak peneliti.

Ary Budiyanto, Antropolog di Universitas Brawijaya, Malang, mengakui bahwa mencari tahu penggunaan awal kunyit di Indonesia seperti menebak mana yang terlebih dahulu ada, telur atau ayam? Kesulitan ini disebabkan karena minimnya catatan kuat tentang sejarah penggunaan kunyit di Indonesia.

Dia meyakini bahwa penggunaan kunyit sebagai pewarna makanan pada ritual-ritual tertentu—seperti tumpeng untuk grebeg gunungan di Kraton Jawa, khususnya di Keraton Demak—kemungkinan sudah sejak abad ke-15. Kendati demikian, perkiraan masa ini tidak bisa dibuktikan dengan kuat karena tidak ada catatan literatur yang memastikannya.

“Meskipun belum ada catatan kuat, tapi mungkin saat ini kita masih mendengar semua cerita itu melalui folklore atau cerita rakyat yang dipercaya banyak orang,” ungkapnya.

Sri Yuni Hartati dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) sempat menulis dalam Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Volume 19, Nomor 2, Agustus 2013 tentang kunyit. Judulnya, Khasiat Kunyit sebagai Obat Tradisional dan Manfaat Lainnya.

Hartati mengungkapkan, tanaman yang termasuk dalam keluarga Zingiberaceae ini dikatakan berasal dari Asia Tenggara dan diduga berawal dari India dan Indo-Malaysia. Wilayah tanamnya pun tersebar di beberapa negara seperti Banglades, Tiongkok, Filipina, India, Indonesia, Srilangka, Taiwan, bahkan sampai Jamaika.

Masih dalam tulisan Hartati, di Indonesia, penggunaan kunyit juga banyak ditemukan sebagai ornamen utama dalam upacara adat atau keagamaan. Di Jawa misalnya, kunyit sering digunakan pada acara sunatan anak perempuan sebagai simbolisasi yang “dipotong” saat sunat. Selain itu, kunyit juga ditemukan dalam acara pernikahan dan pemakaman.

Di Bali, kunyit digunakan untuk memberi warna kuning pada beras ketan dan nasi kuning untuk upacara adat pada Hari Raya Kuningan. Mengapa?

Karena wangi khas yang keluar dari kunyit dipercaya dapat menghalau roh jahat. Karena keunikan warna dan sejarahnya juga, kunyit memiliki tempat istimewa dalam agama Hindu dan upacara keagamaan Buddha.

Dengan aroma dan rasa yang khas, kunyit kerap dijadikan bumbu dalam makanan—salah satunya nasi kuning. Penggunaan kunyit sebagai pewarna alami pada nasi dimulai dari kepercayaan masyarakat Jawa, yaitu warna kuning perlambang harapan kemakmuran. (MielPhotos2008/iStockphoto)

        

Catatan kunyit dari kitab kuno

Perjalanan untuk mencari tahu dari mana sebenarnya kunyit datang, berujung pada cerita yang selalu menyebut nama sebuah negara, India. Kodoth Prabhakaran Nair, seorang agronomis dan ilmuwan agrikultur, menulis sebuah buku berjudul Turmeric (Curcuma longa L.) and Ginger (Zingiber officinale Rosc.) - World’s Invaluable Medicinal Spices: The Agronomy and Economy of Turmeric and Ginger.

Dalam buku itu, Kodoth menulis banyak tentang kunyit dan asal-usul penggunaannya dalam Ayurveda, sebuah kitab tentang ilmu kesehatan yang berasal dari India dan telah dikenal lebih dari 5.000 tahun yang lalu.

Diceritakan bahwa tanaman kunyit telah ditemukan sejak 4.000 tahun sebelum masehi. Orang India kuno pada masa itu memasukkan kunyit sebagai bagian dari sistem pengobatan tradisional yang umum dilakukan. Selain sebagai obat, pada

zaman Weda—sekitar 1700 SM sampai 800 SM yang berpusat di bagian barat laut anak benua India—penggunaan kunyit telah tercatat sebagai pewarna dan bumbu untuk kebutuhan kuliner tertentu.

Kunyit, diyakini sebagai salah satu rempah asli asal Asia Tenggara yang menyebar sampai Afrika. (DENISSE, E., FLORE D’AMÉRIQUE (1843-1846)/PLANTILLUSTRATIONS.ORG)

Rammanohar Puthiyedath dari Amrita Vishwa Vidyapeetham, sebuah universitas swasta yang berbasis di Coimbatore, Tamil Nadu, menulis publikasi ilmiah tentang kunyit yang banyak diambil dari catatan di kitab Ayurveda. Publikasi itu menuliskan bahwa di Eropa pada abad pertengahan, kunyit telah dikenal dengan julukan ‘saffron dari India.’

Atharvaveda, yang bermakna ‘gudang pengetahuan’, merupakan kitab sastra nan suci bagi umat Hindu pada peradaban Weda. Kitab ini merupakan kumpulan dari 730 himne dengan enam ribuan mantra, yang dibagi menjadi 20 buku.

Di dalamnya menyebutkan bahwa kunyit banyak digunakan sebagai bahan pewarna untuk tambalan bahan kulit pada tradisi India Kodoth menjelaskan bahwa kunyit yang berasal dari India telah mencapai pantai Tiongkok sejak 700 Masehi. Kunyit juga mencapai Afrika Timur 100 tahun kemudian, dan muncul di Afrika Barat 500 tahun kemudian.

Para pedagang Arab memiliki peranan penting dalam menyebarkan tanaman ini hingga ke benua Eropa. Dalam proses perjalanannya, terdapat persamaan antara lada hitam dan kunyit. Penjelajah pertama yang pergi mencari kedua rempah tersebut adalah orang Arab. Bahkan, rute laut yang digunakan sebagai jalur perdagangan orang Arab menjadi jalur rahasia yang tidak diketahui siapapun, hingga bangsa Eropa menemukan dan menggunakannya.

Terkait lokasi awal penemuan kunyit di India pun, hingga saat ini masih banyak perdebatan dan bahkan menjadi sengketa karena klaim yang dibuat oleh beberapa pihak. Namun, Kodoth percaya bahwa semua detail yang tersedia menunjukkan bahwa kunyit berasal dari India barat dan selatan.

Kebinekaan warna. Noken yang direnda oleh Mama Bastiana Waisimon. Tali-temalinya berasal dari tanaman swei yang tumbuh di tepian hutan. Pewarnanya diracik dari tanaman, rona alami. Warna cokelat-merah berasal dari daun jati. Kuning dari kunyit. Biru dari buah kenewatekle. Hijau dari pandan. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

   

Temuan terbaru

Baru-baru ini, para peneliti menganalisis temuan fosil plak gigi pada 16 kerangka. Asal fosil itu dari zaman Perunggu Tengah hingga zaman Besi Awal atau sekitar 1.500 hingga 1.100 Sebelum Masehi.

Analisis ini dilakukan pada sisa-sisa penggalian di Megiddo, sebuah situs penting di dunia kuno yang merupakan sepenggal rute perdagangan antara Mesir dan Suriah, yang berkembang pesat pada zaman Perunggu.

Temuan yang diterbitkan dalam Prosiding National Academy of Sciences ini membuat peneliti yakin bahwa bukti artistik dan arkeologi menunjukkan bahwa peradaban Mediterania kuno ternyata mengimpor segala sesuatunya. Dugaan

bahwa mereka membeli dari bangsa lain benar adanya: mulai dari ayam, lada hitam, dan vanili dari India dan Indonesia.

Baca Juga: Merapah Rempah: Upah, Darah, dan Budak-budak Sepanjang Jalur Rempah

Baca Juga: Merapah Rempah: Rumphius dan Riwayat Kacang Tanah di Nusantara

Baca Juga: Merapah Rempah: Cerita Bahtera-bahtera Kuno di Dasar Samudra Kita

Baca Juga: Merapah Rempah: Sejumput Cengkih Maluku di Rumah Tuan Puzurum

  

Philipp Stockhammer, seorang arkeolog di Ludwig Maximilian University of Munich, terlibat dalam penelitian ini. Dia mengatakan bahwa pemikiran awal tentang Mediterania kuno yang hanya mendapatkan dan mengonsumsi makanan secara

lokal, ternyata terbantahkan. “Mereka juga sudah melakukan impor bahkan sejak zaman Perunggu,” kata Philipp.

Dia juga menerangkan, sampel dari beberapa plak gigi yang diteliti memberikan bukti bahwa mereka memakan kedelai dan kunyit berwarna jingga cerah. Menurut para peneliti, kedelai dan kunyit merupakan tanaman asli Asia Selatan dan Asia Timur. Para arkeolog juga mengatakan bahwa kedelai dan kunyit bukanlah jenis bahan makanan yang umum berada di dapur dan meja makan orang-orang di Mediterania kuno.

Kembali ke Indonesia. Minimnya sumber-sumber tertulis terkait asal-usul dan cerita penggunaan kunyit cukup menyulitkan para peneliti. Khususnya, proses penelitian dan pencarian pengetahuan akan perjalanan sejarah masyarakat. Apalagi, ketika kita berada dalam konteks mencari fakta dalam setiap kisah melalui “Jalur Rempah”.

Pasalnya, kunyit merupakan rempah yang secara pasti selalu ada dalam setiap aspek kehidupan masyarakat kita. Kunyit hadir dalam aspek kuliner, bahan pengobatan tradisional hingga rital-ritual kepercayaan. Dialah Si Rempah Emas!