Soe Hok Gie: Mahasiswa Kritis yang Pergerakannya Mengancam Soekarno

By Galih Pranata, Senin, 23 Mei 2022 | 08:00 WIB
Soe Hok Gie, tokoh pergerakkan mahasiswa di tahun 1966, berfoto bersama teman-temannya. (Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.id—Tiga tahun sebelum menyongsong kemerdekaan Republik Indonesia, tahun-tahun datangnya tentara Jepang ke Indonesia, seorang keturunan Tionghoa lahir di bumi pertiwi. Dialah Soe Hok Gie.

"Soe" begitu panggilannya, namun kebanyakan barisan buku dan novel banyak yang menyebutnya "Gie". Dialah Soe Hok Gie, lahir pada 17 Desember 1942. Seorang aktivis yang dikenal kritis terhadap rezimnya Soekarno.

Sejak mengenyam bangku SMA, Gie menghabiskan banyak waktu melahap buku demi buku. Ia jadi remaja tanggung yang kerap kali bertanya banyak hal kepada gurunya. Tidak jarang juga memprotes guru-gurunya di sekolah karena nilainya yang kurang memuaskan.

Kurang memuaskan, barangkali kata yang selalu bisa disandingkan dengan figur Soe Hok Gie. Rizal Amirido menulis dengan tim risetnya tentang sikap 'ketidakpuasannya' tentang kekuasaan.

Rizal Amirido menulis dalam jurnal Program Studi STKIP Sidoarjo berjudul Soe Hok Gie dalam Pergerakan Mahasiswa 1942-1969 yang diterbitkan tahun 2014.

Ia menggambarkan sosok Gie yang menempatkan kesejahteraan rakyat di atas segalanya. Dari sana, ia melihat tidak adanya rezim yang benar-benar membuat rakyatnya mencapai titik kesejahteraan.

"Ketika sebuah rezim kekuasaan tersebut telah begitu parah, misalnya sang pemimpin asyik senang-senang dengan para selirnya, sedangkan korupsi merajalela dilakukan para pembantunya sementara rakyat menderita kelaparan," tulisnya.

Gie memandang betapa rezim Soekarno sudah tidak layak dipertahankan. Pemerintahan "tirani, otoriter, dan banyak pejabatnya melakukan korupsi," imbuhnya.

Daniel Dakhidae menulis dalam bukunya berjudul Menerjang Badai Kekuasaan: Meneropong tokoh-tokoh dari sang demonstran, Soe Hok Gie, sampai Putra Sang fajar Bung Karno yang terbit pada 2015. Dia mengungkap sosok Gie yang selalu merasa kecewa dengan kekuasaan. 

Menurutnya, Soe Hok Gie berpandangan bahwa "kekuasaan adalah antipati dari moralitas." Maka dari itu, Gie sendri—secara prinsipil—selalu menempatkan dirinya di luar ranah kekuasaan.

Sebaliknya, ia akan terus melancarkan kritik tajamnya pada orang yang tengah berdiri di tampuk kekuasaannya. Kala itu, Soekarno lah orang yang selalu ia tuju. Melalui pergerakan bawah tanahnya, Soe Hok Gie bertekad keras untuk dapat meruntuhkan rezim yang tengah berkuasa.

Aktivisme kampus adalah jalan sejarah yang menggariskan hidup Gie. Namanya mulai masuk dalam buku sejarah, manakala pergerakan kemahasiswaannya dianggap berpengaruh besar terhadap turbulensi politik Orde Lama.