Srimulat: Karakter Pertunjukan yang Membekas di Ingatan Kita.

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Kamis, 26 Mei 2022 | 11:00 WIB
R.A Srimulat dan Teguh Slamet Rahardjo, pendiri kelompok lawak Srimulat yang melegenda. (Dok. Eko Saputro)

Tarsan: "Pak Asmuni. Apa kabar?"Asmuni: "Alhamdulillah, sehat wal-Accord!"Tarsan: "Kok Accord?"Asmuni: "Fiat-nya sudah saya jual!"

Kelompok lawak Srimulat (Aneka Ria Srimulat) saat tampil di kediaman mantan Presiden Soeharto. (Dok. Eko Saputro )

Berikutnya, Srimulat menampilkan teknik repetisi atau pengulangan dengan cara penyampaian berbeda sebagai lelucon. Seperti dalam adegan Nunung enggan bertemu Pak Lurah karena sedang berpakaian jelek, lalu Gepeng menimpalinya dengan "Enggak usah malu. Saya pakai muka jelek saja enggak malu, kok."

Terakhir, mereka menerapkan teknik humor bermakna ganda, di mana "lelucon yang dimainkan atas kata-kata dan suatu hal yang digunakan untuk menghadirkan kembali hal yang lain," terang Ahmad dan Ade. Contoh seperti dalam dialog berikut:

Gentolet: "Jangan panggil-panggil namaku lagi!"Sumiyati: "Kenapa?"Gentolet: "Namaku bukan 'Lagi'!"

Kelekatan lelucon para komedian itu kemudian bertahan di ingatan publik, bahkan setelah Srimulat terpaksa bubar pada 1989. Anggota-anggotanya tersebar dalam berbagai acara pertunjukan dengan membawa karakter yang sama. 

"Srimulat adalah 'anak budaya Jawa' yang andhap asor dan menjauhi hal-hal yang mengandung unsur SARA," tulis Ahmad dan Ade. "Bahkan, grup Srimulat juga mampu menempatkan posisi pemeran perempuan menjadi sosok yang sangat dihormati."