Dua Abad Lagi Kita Bisa Jadi Spesies Antarplanet Jika Energi Terganti

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Rabu, 1 Juni 2022 | 10:00 WIB
Ilustrasi kolonisasi planet. (Steven Hobbs/Stocktrek Images)

Nationalgeographic.co.id—Dari kapal kereta kuda, kapal laut, pesawat, hingga menciptakan roket. Begitulah spesies kita, manusia, telah begitu maju untuk mengembangkan teknologi dan sains. Teknologi bersama sains, menghasilkan bahan bakar yang awalnya pakai tenaga alami seperti ditarik hewan, hingga akhirnya berkembang menuju sumber energi yang lebih terbarukan dan lebih bersih.

Kini, kita akan menghadapi momen yang tidak bisa terhindarkan: kehancuran kita sendiri. Semua karena aktivitas manusia sendiri yang menyebabkan perubahan iklim dan membuat keteraturan di Bumi. Sehingga, solusi lain untuk menyelamatkan kita di masa depan adalah melarikan diri dari Bumi.

Sebuah makalah pracetak di arXiv pada Maret 2022 berpendapat, manusia mungkin bisa saja menjadi spesies antarplanet yang nyata dalam waktu 200 tahun. Pemahaman para peneliti tentang kemampuan manusia berasal dari teori peradaban yang berhasil melewati rintangannya.

Pemahaman tentang teori peradaban ini bermula pada 1964 oleh astronom Uni Soviet Nikolai Kardashev. Dia mengusulkan skema pengukuran yang kemudian dimodifikasi oleh astronom AS Carl Sagan untuk memperkirakan kemampuan teknologi spesies cerdas.

Semuanya berujung pada energi dan seberapa banyak sumber energi itu yang dapat dimanfaatkan spesies untuk tujuannya sendiri.

Peradaban itu dibuat per tipenya. Tipe I, dapat menggunakan semua energi yang tersedia di planet asal spesies, termasuk sumber energi di dalam tanah seperti bahan bakar fosil dan bahan yang dapat digunakan untuk fisi nuklir. Selain itu juga harus mengandalkan energi yang jatuh ke planet dari bintang induknya.

Kemudian peradaban tipe II mengonsumsi 10 kali jumlah energi dan mampu mengeksploitasi hasil energi dari sebuah bintang tunggal. Hingga pada akhirnya peradaban bisa masuk ke tipe III ketika dapat melangkah lebih jauh, dan menggunakan sebagian besar energi di seluruh galaksi.

Menurut para peneliti, jika disandingkan di mana posisi manusia, kita berada jauh di bawah ambang Tipe I. Meski demikian, konsumsi energi kita tumbuh setiap tahunnya, dan semakin banyak orang yang menggunakan lebih banyak daya per kapita.

Kekuatan yang dimanfaatkan manusia justru ada harganya, yakni ancaman terhadap biosfer dan pelepasan karbon, dan polutan. Selain itu serta risiko yang ditimbulkan oleh kemampuan untuk menggunakan sarana yang kuat untuk pengiriman energi untuk tujuan yang merusak, seperti bom nuklir.

"Bumi adalah titik kecil yang dikelilingi kegelapan," kata Jonathan Jiang, penulis utama studi dari Jet Propulsion Laboratory NASA di Live Science. "Pemahaman kita saat ini tentang fisika memberi tahu kita bahwa kita terjebak di batu kecil (rintangan) ini dengan sumber daya terbatas."

Masalahnya, sebelum meninggalkan planet Bumi selamanya, manusia harus melewati rintangan kemajuan peradabannya. Kita harus secara drastis meningkatkan penggunaan energi nuklir dan terbarukan, dan sekaligus melindungi sumber energi itu agar tidak digunakan untuk tujuan jahat yang justru malah menghancurkan manusia. 

Peningkatan konsumsi energi ini berbahaya, sehingga dapat menjelaskan mengapa sampai saat ini para ilmuwan belum bisa menemukan peradaban alien yang maju. Andaikan Bumi tidak terlalu istimewa, dan perkembangan kehidupan serta kecerdasannya tidak terlalu unik, semestinya galaksi dipenuhi dengan makhluk-makhluk cerdas.