Secara sakral, pusaka keramat itu akan keluar dari persembunyiannya setiap bulan Sura (Muharam). Penduduk dan prajurit praja Mangkunegaran akan memyambangi tugu tersebut dan mengeluarkan pusaka keramat itu.
Mereka adalah orang-orang tertentu yang bisa membuka dan mengeluarkan pusaka dari persembunyiannya. Sebanyak delapan prajurit akan naik ke atas tugu, lalu membuka penutupnya dengan ritual mereka.
Baca Juga: Mangkunegara VII: Andil Besarnya bagi Sepak Bola di Surakarta
Baca Juga: Meneladani Mangkunegara VI, Sang Reformis yang Nyaris Terlupakan
Baca Juga: Gending Ketawang Puspawarna, Persembahan Mangkunegara IV untuk Alien
Baca Juga: Tari Bedhaya, Jejak Perlawanan Mangkunegara I dalam Geger Pacinan
Terdapat tiga benda pusaka di dalamnya: tombak Kyai Totog, tombak Kyai Jaladara, dan keris Kyai Karawelang. Setelahnya, terdapat banyak prosesi sebelum akhirnya dijamasi (dibersihkan).
Sebelum dijamasi, pusaka keramat itu akan disemayamkan semalaman di Pendopo Kecamatan Selogiri. Disana serangkaian upacara adat ala Mangkunegaran dihelat, mulai dari ubarampe hingga sesaji juga disiapkan.
Barulah pada minggu paginya, pusaka itu diarak oleh prajurit muda Praja Mangkunegaran menuju sendang yang terletak di waduk Gajah Mungkur. "Pusaka itu dijamasi di Sendang Asri, Waduk Gajah Mungkur, Wonogiri," lanjut Sri Suparmi.
Selama dibersihkan, sejumlah prosesi adat dilakukan hingga melibatkan penduduk dan dinas setempat. Setelah selesai, pusaka dikembalikan lagi ke dalam Tugu Sasana Pusaka Selogiri dan baru akan dijumpai lagi pada bulan Sura berikutnya.