Nationalgeographic.co.id—Kemiskinan telah memengaruhi umat manusia sepanjang sebagian besar sejarah. Bangsa Romawi memiliki persentase orang miskin yang cukup besar dalam populasinya. Ini terjadi terutama selama abad ke-1 Sebelum Masehi sampai akhir abad ke-2 Masehi. Mereka hidup dalam kondisi yang memprihatinkan dan tidak memiliki hak.
Orang miskin yang hidup di bidang pertanian
Menjadi keturunan dari petani Italia yang tangguh merupakan hal yang membanggakan bagi bangsa Romawi.
“Kisah-kisah tentang kebajikan dari kehidupan sederhana di tanah itu selalu diceritakan dengan gembira,” ungkap Robert Garland dilansir dari laman Wondrium Daily.
Contoh yang terkenal adalah Cincinnatus, seorang petani sederhana dan pekerja keras. Ia ditarik dari pertaniannya untuk menjadi diktator selama enam bulan. Setelah berhasil menyelamatkan Romawi, ia melepaskan jabatannya dan kembali ke pertaniannya 10 hari kemudian.
Kaum miskin di bidang pertanian dipandang agak berbeda dari kaum miskin perkotaan. Mengapa? Para petani, walau miskin, mendukung kehidupan mereka dengan kerja keras. Sedangkan kaum miskin di kota ‘menindas’ negara dengan menerima pemberian jagung secara cuma-cuma.
Kaum miskin di bidang militer
Meski jarang, petinggi Romawi mengakui penderitaan orang miskin. Beberapa pejabat melakukan hal untuk mengurangi penderitaan itu.
Jenderal Romawi Gaius Marius salah satunya. Pada 107 Sebelum Masehi, ia mengizinkan warga yang tidak memiliki tanah dan dikeluarkan dari dinas militer untuk bergabung. Mereka bergabung sebagai sukarelawan dalam serangan militer melawan Jugurtha di Afrika Utara. Apakah banyak yang tertarik? Rupanya banyak yang lebih memilih untuk ikut berjuang daripada harus menderita dalam kemiskinan.
“Namun harus ditekankan bahwa Marius bukanlah seorang reformis sosial. Ia tidak terlalu peduli dengan orang miskin,” ungkap Garland. Marius hanya ingin menyelesaikan krisis tenaga kerja di militer Romawi.
Apa yang dikerjakan oleh orang miskin di Romawi?
Orang miskin umumnya bekerja sebagai pekerja tidak terampil. Setiap hari mereka dimanfaatkan untuk melakukan pekerjaan kasar. Banyak yang tidak menyukai kelompok masyarakat ini. Sama seperti orang Yunani, bangsa Romawi berpendapat bahwa bekerja untuk orang lain sama saja dengan jadi budak.
Mereka dikenal sebagai tentara bayaran artinya orang yang bekerja untuk uang.
Pengemis di antara masyarakat
Ketika seseorang tidak dapat bekerja lagi, dia bergantung pada belas kasih orang lain. Pengemis menjadi pemandangan umum di perkotaan dan pedesaan di dunia Romawi kuno. Berjumlah puluhan ribu, mereka selalu mendatangi orang-orang di jalan untuk meminta sedekah.
Yang beruntung, bisa bekerja di rumah-rumah orang kaya. Budak-budak rumah tangga membagikan sisa makanan kepada para pengemis ini. Ini dilakukan baik atas inisiatif mereka sendiri atau kadang-kadang atas perintah majikan.
Seperti halnya di dunia modern, bangsa Romawi kuno juga memiliki pengemis profesional. Ini termasuk para pendeta yang mengabdikan diri pada dewi timur Cybele. Mereka menggantungkan penghidupan mereka pada derma dari masyarakat umum.
Jenis pengemis profesional lainnya adalah yang disebut filosof sinis. Kaum Sinis telah menolak semua barang duniawi. Nama mereka, kunikos dalam bahasa Yunani, berarti 'anjing kecil'. Kunikos secara agresif menyapa orang yang lewat. Kemudian, menyampaikan filosofi kemiskinan mereka dan membuat orang yang mendengarnya bersedekah.
Filantropi di Romawi kuno
Penulis Romawi Seneca the Elder berargumen bahwa adalah salah untuk tidak memberi kepada seorang pengemis. Menurutnya setiap orang memiliki hak untuk beramal. Seneca bahkan mengajarkan kebajikan humanitas.
Dia menceritakan tentang praktik yang sangat mengerikan yang masih terjadi di beberapa bagian dunia saat ini. Sebagian orang dengan sengaja melukai anak-anak, untuk membuat mereka tampak lebih menyedihkan. Anak-anak itu kemudian dikirim ke luar untuk mengemis. Ini menghantui anak-anak miskin seakan mereka dikutuk untuk menjadi pengemis. Selain itu, Seneca juga mengingatkan akan kerentanan anak-anak terhadap pemerasan dan eksploitasi.
Sogokan jelang pemilihan umum
Kaisar Augustus membagi Romawi menjadi 14 wilayah yang terdiri dari 265 distrik untuk tujuan administratif. Tidak ada pemilihan Romawi yang terjadi tanpa suap dan korupsi yang sehat. Bahkan orang miskin yang hina pun mendapat bagiannya.
Selain itu, ada juga pembagian jagung secara berkala, terutama pada saat pemilihan. Namun pembagian ini ditujukan untuk seluruh penduduk dan tidak hanya untuk orang miskin.
Apakah orang miskin bisa menikmati hidup di masa Romawi kuno?
Tidak semuanya suram bagi penduduk miskin di Romawi Kuno. Mereka bisa memiliki hidup yang berkualitas dan memungkinkan untuk berkembang.
Baca Juga: Invasi Suku Barbar ke Romawi Jadi Awal Mula Kejatuhan Romawi
Baca Juga: Pelengkung Konstantinus, Pengingat akan Kemenangan yang 'Memalukan'
Baca Juga: Abaikan Kebijakan, Tentara Romawi Gagal Jaga Perbatasan dari Suku Goth
Baca Juga: Catatan Prasasti Romawi Kuno Ungkap Suap dan Politik Korup Kaisar
Kenikmatan fasilitas hidup di kota sama sekali tidak terbatas pada orang kaya semata. Misalnya, kunjungan ke pemandian hanya membutuhkan sejumlah biaya. Seseorang dapat menemukan tempat berteduh dari panas atau dingin di pemandian kapan saja. Tinggal selama yang disuka, mereka menghabiskan waktunya dengan bergosip dengan teman atau menikmati berbagai hiburan.
Ingin sesuatu yang lebih menggairahkan? Pada hari libur umur, semua penduduk dapat menyaksikan binatang-binatang eksotis mencabik-cabik musuh Romawi. Atau menonton gladiator bertarung sampai mati di arena. Ini berlaku untuk siapa saja, termasuk warga miskin Romawi.
Masuk ke Colosseum, seperti amfiteater lainnya, juga gratis. Sebagai warga negara biasa, seseorang harus duduk di tingkat di atas para senator dan ksatria. Seorang wanita harus memanjat lebih tinggi dan duduk di samping budak dan orang asing. Pertunjukan ini dapat mengalihkan perhatian orang-orang miskin untuk sementara dari tantangan dan kesengsaraan pekerjaan sehari-hari.
Jika tidak mendapatkan tempat duduk di Colosseum, ia bisa pergi ke Circus Maximus untuk menonton balapan kereta. Circus Maximus dapat menampung sekitar 250.000 penonton, sehingga hampir seluruh penghuni kota Roma bisa hadir.