Sisi Gelap Jelang Pemugaran Borobudur: Jejak Permukiman yang Hilang

By Mahandis Yoanata Thamrin, Selasa, 14 Juni 2022 | 09:00 WIB
Kajian arkeologi permukiman tidak hanya menekankan perhatian pada temuan artefak dan fitur belaka, tetapi juga pada situs sebagai satu unit ruang yang diteliti. Lukisan bertajuk 'Kehidupan di Borobudur pada abad ke-9' karya Walter Spies sekitar 1930-an. (Koleksi Istana Kepresidenan Republik Indonesia)

Namun, Mundardjito buru-buru menambahkan sebuah kejadian mengerikan dalam pelestarian temuan arkeologi. “Sayangnya lokasi temuan itu terlambat diketahui yaitu setelah bulldozer menggerus strata atasnya,” ungkapnya. “Dan, setelah alat besar itu menabrak bagian atas dua arca batu berwujud Bodhisattva dan Buddha dalam ukuran kecil.”

Temuan ekskavasi pada tahun berikutnya adalah sisa fondasi sebuah struktur dari batu sekitar sejengkal panjangnya yang berorientasi utara-selatan. Letak temuan ini berada di sisi timur dari tangga timur candi. Berikutnya, temuan struktur serupa di sisi utara candi berupa sisa bangunan yang terdiri atas dua hingga enam lapis bata, demikian ungkap Mundardjito.

Selain itu di lereng barat bukit candi ditemukan alat upacara dari perunggu. Bahkan, di sisi lainnya mereka juga menyingkap keramik Cina dari masa dinasti Tang, sekitar abad kesembilan yang seusia dengan Candi Borobudur. Penelitian pada 1973 itu merupakan kolaborasi mahasiswa arkeologi Universitas Indonesia dan mahasiswa arkeologi Universitas Gadjah Mada.

Sketsa karya Daoed Joesoef bertajuk 'Borobudur Sedang Dipugar' pada 15 Januari 1982. Tampak beberapa tiang derek sedang bekerja di sekeliling candi untuk memindahkan batu-batu candi selama proses pemugaran. (Daoed Joesoef )

Kendati demikian “masih sukar untuk menafsirkan bentuk dan fungsi sisa bangunan tersebut,” ujarnya, “karena kegiatan ekskavasi akhirnya harus diakhiri.” Menurutnya, ada bagian proyek pemugaran candi itu tampaknya kurang sesuai jadwal sehingga waktu ekskavasi timnya menjadi terbatas dan terkesan terburu-buru.

Akhirnya, mereka menggali sekitar 200-an kotak ekskavasi secara cepat. Mundardjito mengungkapkan hasilnya ribuan pecahan keramik lokal dan asing, sisa struktur bangunan bata, batu-batu yang telah dipotong, sejumlah susunan batu kali, sejumlah fragmen arang, gigi hewan, dan fragmen tulang.

“Diduga dahulu di tempat ini berdiri bangunan-bangunan yang dihuni sekelompok orang dalam jangka waktu tertentu hingga akhirnya dilanda aliran lava,” demikian penjelasannya. Pasalnya, timnya menjumpai lapisan-lapisan pasir halus bercampur abu vulkanik yang berwarna kekuningan di kawasan itu.

'Buddha Borobudur' demikian tajuk sketsa karya Daoed Joesoef pada 7 Mei 1982. Kemungkinan arca yang sama dengan sketsa sebelumnya. (Daoed Joesoef)

Pemugaran Candi Borobudur diresmikan secara besar-besaran pada 10 Agustus 1973, yang saat itu kondisinya “kelihatan sekali betapa kumuh dan reyot” seperti diungkapkan Daoed Josoef dalam bukunya Borobudur, yang terbit 2004. Departemen Pendidikan dan Kebudayan menjadi tuan rumah atas pelaksanaan kerja pemugaran ini.

Pada 1973, Mundardjito berkisah, penggalian secara cepat masih berlanjut. Tim proyek pemugaran berhasil menemukan susunan batu bercampur bata di kedalaman satu meter. Bersama temuan ini muncul pecahan keramik bikinan lokal, keramik Cina dari Dinasti Tang, pecahan arang dan sederet gigi-geligi satwa. Di sisi barat candi mereka mengangkat temuan spektakuler berikutnya, yakni segulungan kecil lembaran perunggu dengan torehan inskripsi. 

“Dalam penggalian cepat ini tidak jarang di belakang para penggali bergerak sudah menunggu bulldozer yang setiap saat siap meratakan tanah,” kenang Mundardjito.

Pemandangan peralatan dan perlengkapan 'Laboratorium Borobudur' yang diabadikan Daoed Joesof dalam sketsanya pada 7 Mei 1982. (Daoed Joesoef )