Namun, Mundardjito buru-buru menambahkan sebuah kejadian mengerikan dalam pelestarian temuan arkeologi. “Sayangnya lokasi temuan itu terlambat diketahui yaitu setelah bulldozer menggerus strata atasnya,” ungkapnya. “Dan, setelah alat besar itu menabrak bagian atas dua arca batu berwujud Bodhisattva dan Buddha dalam ukuran kecil.”
Temuan ekskavasi pada tahun berikutnya adalah sisa fondasi sebuah struktur dari batu sekitar sejengkal panjangnya yang berorientasi utara-selatan. Letak temuan ini berada di sisi timur dari tangga timur candi. Berikutnya, temuan struktur serupa di sisi utara candi berupa sisa bangunan yang terdiri atas dua hingga enam lapis bata, demikian ungkap Mundardjito.
Selain itu di lereng barat bukit candi ditemukan alat upacara dari perunggu. Bahkan, di sisi lainnya mereka juga menyingkap keramik Cina dari masa dinasti Tang, sekitar abad kesembilan yang seusia dengan Candi Borobudur. Penelitian pada 1973 itu merupakan kolaborasi mahasiswa arkeologi Universitas Indonesia dan mahasiswa arkeologi Universitas Gadjah Mada.
Kendati demikian “masih sukar untuk menafsirkan bentuk dan fungsi sisa bangunan tersebut,” ujarnya, “karena kegiatan ekskavasi akhirnya harus diakhiri.” Menurutnya, ada bagian proyek pemugaran candi itu tampaknya kurang sesuai jadwal sehingga waktu ekskavasi timnya menjadi terbatas dan terkesan terburu-buru.
Akhirnya, mereka menggali sekitar 200-an kotak ekskavasi secara cepat. Mundardjito mengungkapkan hasilnya ribuan pecahan keramik lokal dan asing, sisa struktur bangunan bata, batu-batu yang telah dipotong, sejumlah susunan batu kali, sejumlah fragmen arang, gigi hewan, dan fragmen tulang.
“Diduga dahulu di tempat ini berdiri bangunan-bangunan yang dihuni sekelompok orang dalam jangka waktu tertentu hingga akhirnya dilanda aliran lava,” demikian penjelasannya. Pasalnya, timnya menjumpai lapisan-lapisan pasir halus bercampur abu vulkanik yang berwarna kekuningan di kawasan itu.
Pemugaran Candi Borobudur diresmikan secara besar-besaran pada 10 Agustus 1973, yang saat itu kondisinya “kelihatan sekali betapa kumuh dan reyot” seperti diungkapkan Daoed Josoef dalam bukunya Borobudur, yang terbit 2004. Departemen Pendidikan dan Kebudayan menjadi tuan rumah atas pelaksanaan kerja pemugaran ini.
Pada 1973, Mundardjito berkisah, penggalian secara cepat masih berlanjut. Tim proyek pemugaran berhasil menemukan susunan batu bercampur bata di kedalaman satu meter. Bersama temuan ini muncul pecahan keramik bikinan lokal, keramik Cina dari Dinasti Tang, pecahan arang dan sederet gigi-geligi satwa. Di sisi barat candi mereka mengangkat temuan spektakuler berikutnya, yakni segulungan kecil lembaran perunggu dengan torehan inskripsi.
“Dalam penggalian cepat ini tidak jarang di belakang para penggali bergerak sudah menunggu bulldozer yang setiap saat siap meratakan tanah,” kenang Mundardjito.