Analisis pada Sampah Ungkap Penduduk Pompeii pun Melakukan Daur Ulang

By Sysilia Tanhati, Senin, 13 Juni 2022 | 10:01 WIB
Sampah atau bahan bekas dikumpulkan dan disortir. Kemudian digunakan sebagai bahan bangunan. (Nareeta Martin/Unsplash)

Nationalgeographic.co.id—Perkara mendaur ulang sampah bukan hal yang dilakukan di zaman modern saja. Sebelum Gunung Vesuvius menyelimuti Pompeii dengan abu vulkanik, sampah digunakan menjadi bahan bangunan.

Para arkeolog menemukan bukti bahwa penduduk Pompeii pun melakukan daur ulang sampah. Mereka menumpuk sampah di tembok kota kemudian memilahnya untuk digunakan kembali dalam proyek-proyek baru.

Para peneliti, yang dipimpin oleh arkeolog Universitas Tulane Allison Emmerson, menganalisis sampel tanah. Tanah ini diambil dari sampah yang digali di dalam dan sekitar kota. Tanah pada sampah bervariasi tergantung di mana tempatnya dibuang. Lubang limbah meninggalkan jejak tanah organik. Sedangkan sampah yang dibuang di jalan atau ditumpuk di luar tembok kota ditutupi dengan endapan berpasir.

“Perbedaan tanah memungkinkan kita untuk melihat apakah sampah telah dihasilkan di tempat ditemukannya. Atau dikumpulkan dari tempat lain untuk digunakan kembali dan didaur ulang,” ungkap Emmerson.

Tim menemukan tanda-tanda tanah berpasir yang sama yang ada di gundukan sampah di beberapa dinding bangunan Pompeii. Inti struktur ini terbuat dari bahan yang digunakan kembali. Bahan-bahan yang ditemukan mulai dari ubin yang hancur hingga amphora (sejenis guci) dan gumpalan mortar dan plester. Permukaan luar dinding ditutupi lapisan plester yang menyembunyikan ‘kekacauan bahan’ yang ditemukan di dalamnya, menurut Emmerson.

“Bukti ini menunjukkan tumpukan di luar tembok bukanlah bahan yang akan disingkirkan," kata arkeolog. Sampah atau bahan bekas itu berada di luar tembok untuk dikumpulkan dan disortir. Kemudian baru akan digunakan sebagai bahan bangunan.

Temuan tim membantah teori sebelumnya tentang asal-usul tumpukan sampah yang ditemukan di Pompeii. Para arkeolog abad ke-19 menduga tumpukan itu mewakili puing-puing yang dibersihkan dari Pompeii setelah gempa bumi. Gempa mengguncang kota pada 62 Masehi, 17 tahun sebelum letusan gunung berapi yang menewaskan penduduk kota. Mayoritas gundukan itu sebenarnya telah disingkirkan oleh para arkeolog selama abad ke-20.

“Saat bekerja di luar Pompeii, saya melihat kota itu meluas ke lingkungan di luar tembok. Jadi tidak masuk akal bagi saya bila pinggiran kota juga digunakan sebagai tempat pembuangan sampah,” Emmerson menambahkan.

Emmerson berpendapat bahwa orang Romawi kuno memandang gundukan sampah di pinggiran kota secara berbeda. Tidak seperti yang dipikirkan orang modern tentang tempat pembuangan sampah. Situs-situs itu ditemukan di daerah tersibuk di pinggiran kota. Alih-alih berfungsi sebagai tempat pembuangan sampah, tempat itu digunakan untuk proses daur ulang dan penggunaan kembali.

“Di zaman modern, banyak yang tidak peduli dengan sampah, selama sampah itu hilang dari pandangan dan dibawa pergi,” kata Emmerson. Apa yang ditemukan di Pompeii adalah prioritas yang sangat berbeda, sampah dikumpulkan dan disortir untuk didaur ulang.

Sebelumnya Emmerson juga mengamati soal sampah yang berserakan di jalan-jalan Pompeii. Sampah ini bahkan ditemukan bertumpuk di makam kota. Para arkeolog abad ke-19 menganggap gundukan ini sebagai sisa-sisa gempa bumi. Tetapi Emmerson memiliki pendapat yang berbeda. Ia menyoroti bukti yang menunjukkan bahwa kota itu berada dalam ‘periode peremajaan’ pada 79 Masehi.

Orang Pompeii memiliki hubungan yang berbeda dengan kematian dan kebersihan.