Tatkala Banjir Bandang Menerjang Pemalang di Tahun 1886-1937

By Galih Pranata, Rabu, 15 Juni 2022 | 07:00 WIB
Lukisan karya Raden Saleh yang menggambarkan peristiwa banjir bandang yang menerjang Jawa. (Wikimedia Commons)

Nationalgeographic.co.idPesisir utara Jawa sejak masa kolonial, sudah dikenal sebagai daerah rawan banjir. Di Pemalang misalnya, tercatat pada abad ke-19 adanya tentang informasi tentang banjir yang menerjang sebagian daerah tersebut.

"Memang, jika dilihat dalam rentang waktu yang lebih panjang, maka tingkat curah hujan di Pemalang cenderung fluktuatif," tulis Ilham Nur Utomo dalam Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat berjudul Banjir di Pemalang Masa Kolonial Abad Ke-20 yang terbit tahun 2020.

Curahnya kadang tinggi dan kadang lebih rendah dari daerah lainnya di Pulau Jawa. Keresidenan Pekalongantermasuk Pekalongan di dalamnyapada musim hujan Desember 1932 justru mengalami kekeringan.

Banjir menjadi bencana yang sering melanda Pemalang. Pada rentang tahun 1905-1930-an, tercatat banjir menerjang daerah yang berdekatan dengan sungai dan bendungan, serta daerah pesisir yang ketinggian tanahnya relatif rendah. 

Terjadi bencana pada Februari 1886, sebagaimana tercatat dalam De Nieuwe Vorstenlanden, banjir bandang menerjang Pemalang, merendam sawah, perkebunan tebu, Jalan Pos (postweg), dan merusak tanggul di beberapa sungai.

"Tinggi air yang menerjang mencapai ketinggian 4 meter, membuat penduduk yang terdampak harus mengungsi ke daerah yang lebih aman," tulisnya. 

Hujan lebat yang terus turun di daerah pegunungan, membuat sebagian wilayah Pekalongan di dataran rendah menjadi terendam banjir.

Terjangan banjir turut menjangkau Comal, yang terletak di sebelah barat Pekalongan. Dilaporkan bahwa tidak ada korban jiwa dalam peristiwa tersebut, tetapi menyebabkan permukiman dan lahan perkebunan warga terendam.

"Kehidupan masyarakat sebagai korban terdampak pun tentu terganggu dengan adanya banjir yang merendam permukiman mereka," terus Ilham.

Dalam surat kabar Het Nieuws van den dag voor Nederlandsch Indie juga disebutkan bahwa pada tahun 1908, jalur trem Semarang - Cirebon (Stoomtram Maatschappij) hancur di atas lahan kosong seluas +500 meter sebagai dampak dari banjir tersebut.

Mobilitas pemerintah Hindia Belanda dan pengangkutan komoditas perkebunan yang mengandalkan moda transportasi trem pun menjadi terhambat. Banjir pada masa itu terjadi pula hingga ke Brebes selama berhari-hari.

Kondisi pedesaan Jawa di masa kolonial dalam lukisan karya Raden Saleh. (Smithsonian American Art Museum/Wikimedia Commons)