Bagaimana Orang Romawi Mengartikan Kemunculan Komet dan Meteor?

By Sysilia Tanhati, Kamis, 16 Juni 2022 | 15:00 WIB
Dalam budaya kuno, seperti Yunani dan Romawi, kemunculan komet dan meteor sering dikaitkan dengan mitos dan legenda. (fir0002 /Wikipedia)

Nationalgeographic.co.id—Komet dan meteor telah memesona umat manusia sejak pertama kali terlihat di langit malam. Sains dan eksplorasi ruang angkasa membantu pemahaman tentang apa yang terjadi di langit. Dalam budaya kuno, seperti Yunani dan Romawi, kemunculan komet dan meteor sering dikaitkan dengan mitos dan legenda.

Orang Yunani dan Romawi percaya bahwa kemunculan komet, meteor, dan hujan meteor adalah luar biasa. “Ini menjadi tanda bahwa sesuatu yang baik atau buruk telah atau akan terjadi,” tulis Eve MacDonald di The Conversation.

Kehadiran komet menandai kelahiran seorang tokoh besar. Contohnya bintang yang diikuti oleh orang Majus ke Betlehem untuk melihat bayi Yesus sebenarnya adalah sebuah komet.

Pada tahun 44 Sebelum Masehi, sebuah komet yang muncul ditafsirkan sebagai tanda pendewaan Julius Caesar. Dalam puisi epiknya, Aeneid, Virgil menggambarkan bagaimana bintang muncul di siang hari. Kemudian Augustus membuat orang percaya bahwa itu adalah Caesar.

Augustus merayakan komet dan pendewaan ayahnya pada koin.

Augustus merayakan komet dan pendewaan Julius Caesar pada koin. (Wikipedia)

Hujan meteor

Sejarawan Romawi Cassius Dio mencatat tentang bintang komet yang terjadi pada Agustus 30 Sebelum Masehi. Setelah kematian ratu Mesir Cleopatra, salah satu kuli juga menyaksikan bintang komet ini. Para ahli tidak sepenuhnya yakin apa artinya ketika Dio menggunakan istilah jamak ‘bintang komet’. Tetapi beberapa peneliti menghubungkan peristiwa yang direkam ini dengan hujan meteor tahunan Perseid.

Hujan meteor Perseid yang terjadi setiap bulan Agustus sebenarnya adalah orbit Bumi yang melewati puing-puing dari komet Swift-Tuttle.

Hujan meteor dinamai Perseidai (Περσείδαι). Ia merupakan putra pahlawan Yunani kuno Perseus. Perseus adalah sosok legendaris, putra mitos Zeus dan putri Argive Danaë (hujan emas). Perseus juga melakukan petualangan epik di Mediterania dan Timur Dekat.

Pengamat langit percaya bahwa konstelasi Perseus adalah asal mula bintang jatuh yang mereka lihat setiap musim panas. "Terletak tepat di samping Andromeda, nama Perseid pun digunakan," tambah MacDonald.

Bintang jauh lambang air mata

Dalam tradisi Katolik, hujan meteor Perseid telah lama dikaitkan dengan kemartiran Santo Laurentius. Laurentius adalah seorang diakon di gereja awal di Roma, menjadi martir pada tahun 258 Masehi. Kemartiran itu diduga terjadi di bulan Agustus, ketika hujan meteor mencapai puncaknya. Maka bintang jatuh disamakan dengan air mata orang suci itu.

    

Baca Juga: Atribut Penting dalam Budaya Romawi, Dari Mana Budak Berasal?

Baca Juga: Kompleksitas Alkohol di Masa Romawi, Simbol Kekuasaan hingga Moralitas

Baca Juga: Cara Orang Romawi Memperbaiki Nasib dan Menaiki Tangga Sosial

Baca Juga: Bahan Khusus Ini Jadi Kunci yang Membuat Beton Romawi Lebih Tahan Lama

Baca Juga: Penelitian Ungkap Bagaimana Aktivitas Orang Romawi Cemari Atmosfer

     

Catatan rinci tentang peristiwa astronomi dan pengamatan langit juga dapat ditemukan dalam teks-teks sejarah dari Timur Jauh. Catatan kuno dan abad pertengahan dari Tiongkok, Korea dan Jepang merinci tentang hujan meteor. Sumber-sumber yang berbeda ini membuat para astronom bisa melakukan pengamatan. Misalnya dampak komet Halley pada masyarakat kuno baik di timur maupun barat.

Sumber-sumber ini juga telah digunakan untuk menemukan pengamatan tercatat pertama dari hujan meteor Perseid sebagai peristiwa tertentu, dalam catatan Han Tiongkok tahun 36 AD.

Namun benarkah peradaban kuno hanya memiliki sedikit pemahaman tentang apa itu meteor, komet dan asteroid? Pasalnya, para astronom awal di Timur Dekat menciptakan kalender Babilonia. Bahkan bangsa Mesir sudah memiliki data astronomi yang paling maju di zaman kuno.

Studi tentang teks-teks paku kuno membuktikan bahwa kemampuan Babilonia untuk melacak pergerakan planet dan peristiwa langit. Aktivitas ini yang dilakukan pada milenium pertama Sebelum Masehi ini melibatkan geometri yang kompleks.

Jika peradaban kuno dianggap tidak memiliki pengetahuan tentang angkasa, bagaimana mereka bisa memiliki data astronomi?