Sebuah Perjalanan Wisata Sejarah untuk Membuktikan Keagungan Majapahit

By Mahandis Yoanata Thamrin, Kamis, 23 Juni 2022 | 14:00 WIB
Permukaan air Candi Tikus, Trowulan, menyurut kala pertengahan musim kemarau. Sejatinya bangunan tersebut merupakan petirtaan agung untuk Raja Majapahit. Candi ini menjadi salah satu loka wisata di Trowulan, kawasan yang diduga Metropolitan Majapahit. (Dwi Oblo/National Geographic Indonesia)

    

Baca Juga: Selidik Zaman Klasik: Kehidupan Multikulturalisme di Majapahit

Baca Juga: Jejak Majapahit di Bromo: Suku Tengger dan Kehidupan Sosial-Budayanya

Baca Juga: Gayatri: Wanita di Balik Suksesnya Raden Wijaya Membangun Majapahit

Baca Juga: Selidik Ahli Epigrafi: Nusantara dan Skandal Ilmiah Sejarah Majapahit

    

Tidak afdol apabila berkunjung ke tanah bekas kota kuno ini tanpa menyambangi Museum Trowulan yang merupakan museum dengan koleksi terlengkap tinggalan Majapahit: arca, relief, patung terakota, hingga pipa-pipa kuno. Di hamparan halaman museum itu terdapat struktur-struktur bangunan permukiman kuno yang ditampak-ulangkan beserta kearifannya: selokan batu bata dan lantai kerakal yang disusun supaya air mudah meresap.

Wicaksono Dwi Nugroho, selaku Koordinator Museum Trowulan telah merintis “Komunitas Jawa Kuno” yang sebulan dua kali bertemu di Museum Trowulan. Dia mengatakan bahwa komunitas ini bergiat bagaimana menulis huruf dan angka Jawa kuno, hingga membaca prasasti.  Meskipun baru berjalan setengah tahun, paguyuban ini sudah menggaet anggota sejumlah 30-40 orang awam asal kota-kota di Jawa Timur hingga Yogyakarta. Inilah salah satu bentuk pelestarian budaya yang dilakukan masyarakat secara sukarela untuk menyelamatkan warisan leluhur.

Malam itu perempatan desa Trowulan kian hingar bingar. Sesajen pisang, kembang, dan kemenyan menyeruakkan aroma magis. Lelaki berbadan gempal yang memerankan penari pembuka atau ganongan telah kesurupan. Bagi para penari, tak ada makna khusus dari tarian ini selain mewarisi budaya leluhur tanah Majapahit, sekaligus memberikan keselamatan desa. Awal pementasan mereka segera dimulai, seluruh pengiring bersiap seraya menyerukan nama paguyuban seni kuda lumping mereka, ”Majapahit Jaya!”

     

—Artikel ini pernah terbit pada 23 Agustus 2012 dengan judul Menengok Repihan Majapahit di Trowulan.