Pemahaman Unik Memaknai Ibadah Haji Pedagang Muslim di Yogyakarta

By Ricky Jenihansen, Rabu, 29 Juni 2022 | 13:00 WIB
Pasar Beningharjo, Yogyakarta. (Wahyu Setiawan)

Nationalgeographic.co.id—Bagi umat Islam, haji merupakan rukun islam yang kelima dan hukumnya wajib bagi yang mampu. Tapi menurut sebuah penelitian dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) ada kesan orang Indonesia memiliki pemahaman unik dalam memaknai ibadah haji.

Dalam laporan penelitiannya, peneliti menuliskan meskipun Islam menentukan bahwa kewajiban melaksanakan ibadah haji hanya untuk mereka yang dapat memikul beban biaya perjalanan serta tidak ada hal lain yang menghalangi terlaksananya kewajiban tersebut, tetapi banyak orang Islam Indonesia yang belum benar-benar mampu "memaksakan" diri mengumpulkan biaya perjalanan haji dengan menjual barang-barang atau berhutang.

"Ada kesan bahwa orang Indonesia lebih mementingkan haji daripada banyak bangsa lain, dan bahwa penghargaan masyarakat terhadap para haji memang lebih tinggi. Keadaan ini mungkin dapat dikaitkan dengan budaya tradisional Indonesia," tulis para peneliti.

Laporan penelitian tersebut ditulis M. Sulthoni, Muhlisin Muhlisin dan Mutho'in Mutho'in dan telah dipublikasikan dalam Jurnal Penelitian dengan judul "Haji dan Kegairahan Ekonomi: Menguak Makna Ibadah Haji Bagi Pedagang Muslim di Yogyakarta."

Menurut peneliti, Kenyataan bahwa jamaah haji Indonesia yang lebih menggantungkan biaya haji dari hasil jual barang-barang yang dimiliki, merupakan fenomena yang cukup menarik.

"Mungkinkah gejala ini, selain merupakan tanda kuatnya iman mereka, juga karena adanya kemungkinan memperoleh keuntungan-keuntungan ekonomi pada masa-masa mendatang setelah menunaikan ibadah haji?" tulis peneliti.

Ada kesan bahwa orang Indonesia lebih mementingkan haji daripada banyak bangsa lain. (Pinterest)

"Atau mungkin dapat dikatakan bahwa tingginya angka jamaah haji Indonesia merupakan indikasi dari dua hal penting."

Yang pertama, kata peneliti, meningkatnya ketakwaan dengan memenuhi rukun Islam kelima. Yang kedua, hal itu menunjukan pula membaiknya kemampuan ekonomi.

Tapi di sisi lain, peneliti mengutip pendapat bahwa banyak orang Jawa menunaikan ibadah haji karena terobsesi pada aspek-aspek simbolik seperti busana dan gelar haji serta paham-paham keberkahan benda-benda Tanah Suci.

Pada penelitian mereka, para peneliti menggambarkan fenomena perilaku keagamaan pedagang pakaian Muslim di Yogyakarta. Pertanyaan yang menjadi pokok bahasan penelitian tersebut seperti, apa makna haji bagi pedagang Muslim di Pasar Beringharjo Yogyakarta? Apa yang melatarbelakangi proses penciptaan aspek-aspek simbolik haji pada pedagang Muslim di Yogyakarta? Atau bagaimana konstruksi simbol-simbol itu dan sejauh mana aspek simbolik haji itu saling berinteraksi dengan konstruksi sosial, budaya, dan kegiatan ekonomi pedagang Muslim (Jawa) di Yogyakarta?

Peneliti mencatat salah satu fenomena pasangan suami istri yang sudah melaksanakan perjalanan haji. Mereka menemukan pemahaman yang unik yang mendorong pasangan itu menunaikan ibadah haji.