Penemuan Besar: 14 Spesies Hewan Endemik Baru Ditemukan di Sulawesi

By Utomo Priyambodo, Jumat, 1 Juli 2022 | 12:00 WIB
Crocidura caudipilosa, salah satu spesies celurut yang ada di Sulawesi. (KC Rowe/BRIN)

Nationalgeographic.co.idAkhir tahun lalu para peneliti membuat penemuan besar dalam dunia binatang, yakni 14 spesies baru celurut. Ini merupakan jumlah mamalia baru terbesar yang dijelaskan sekaligus dalam sebuah makalah ilmiah sejak 1931.

Setelah perjalanan selama satu dekade untuk menginventarisasi celurut Indonesia yang hidup di Pulau Sulawesi, sekelompok ilmuwan yang dipimpin oleh Jake Esselstyn, ahli mamologi Louisiana State University (LSU), telah mengidentifikasi 14 spesies celurut endemik baru. Celurut adalah adalah hewan pemakan serangga bertubuh kecil yang berpenampilan mirip mencit/tikus kecil.

Temuan ini telah dirinci dalam makalah bertajuk "Fourteen New, Endemic Species of Shrew (Genus Crocidura) from Sulawesi Reveal a Spectacular Island Radiation," dalam jurnal Bulletin of the American Museum of Natural History.

"Ini adalah penemuan yang menarik, tetapi terkadang membuat frustrasi," kata Esselstyn, kurator mamalia di Museum Ilmu Pengetahuan Alam dan profesor di Departemen Ilmu Biologi LSU.

"Biasanya, kami menemukan satu spesies baru pada satu waktu, dan ada sensasi besar yang datang darinya. Tetapi dalam kasus ini, itu luar biasa karena selama beberapa tahun pertama, kami tidak dapat mengetahui berapa banyak spesies yang ada."

Gambaran yang lebih jelas mulai muncul setelah tim peneliti memeriksa koleksi ekstensif data genetik dan morfologi dari spesimen-spesimen baru yang mereka kumpulkan antara tahun 2010 dan 2018. Lalu ada pula data spesimen-spesimen lama yang dikumpulkan pada tahun 1916.

Secara total, tim peneliti tersebut memeriksa hampir 1.400 spesimen. Mereka kemudian mengenali 21 spesies celurut di Sulawesi, termasuk 14 spesies baru.

Keempat belas spesies celurut baru tersebut diberi nama ilmiah Crocidura microelongata, C. quasielongata, C. pseudorhoditis, C. australis, C. pallida, C. baletei, C. mediocris, C. parva, C. tenebrosa, C. brevicauda, C. caudicrassa, C. normalis, C. ordinaria, dan C. solita.  Adapun tujuh spesies celurut lain di Sulawesi yang telah diidentifikasi adalah Crocidura caudipilosa, C. elongata, C. rhoditis, C. lea, C. levicula, C. musseri dan C. nigripes.

Keanekaragaman celurut yang diketahui di Sulawesi sekarang tiga kali lebih banyak daripada yang diketahui dari pulau lain mana pun. Celurut adalah kelompok mamalia yang beragam. 461 spesies telah diidentifikasi sejauh ini.

Celurut memiliki distribusi yang hampir global. Hewan pemakan serangga kecil ini adalah kerabat yang lebih dekat ke landak dan tikus tanah ketimbang mamalia lainnya.

Penemuan ini merupakan tonggak utama dalam penelitian Esselstyn. Dia pertama kali tertarik untuk menguji hipotesis ekologi dan evolusi yang mungkin menjelaskan keragaman celurut di Indonesia ketika dia menjadi mahasiswa pascasarjana di University of Kansas.

   

Baca Juga: Peneliti Australlia Menemukan Spesies Baru Kanguru Raksasa di Papua

Baca Juga: Melihat Proses Menetasnya Telur Komodo, Naga Terakhir di Bumi

Baca Juga: Kinyang, Spesies Baru Buaya yang Pernah Memangsa Nenek Moyang Manusia

  

Setelah menyelesaikan gelarnya, Esselstyn dan Anang Achmadi, peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang kini tergabung dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), mulai menangkap celurut-celurut di Pulau Sulawesi pada tahun 2010. Mereka segera menyadari ada terlalu banyak spesies yang belum terdokumentasi.

Sekarang setelah dia merasa telah menguasai keanekaragaman celurut di pulau itu, Esselstyn tertarik untuk mengeksplorasi faktor-faktor geografis, geologis, dan biologis yang telah berkontribusi pada keanekaragaman hayati Sulawesi yang luar biasa.

"Taksonomi berfungsi sebagai dasar dari begitu banyak penelitian biologi dan upaya konservasi. Ketika kita tidak tahu berapa banyak spesies yang ada atau di mana mereka hidup, kemampuan kita untuk memahami dan melestarikan kehidupan sangat terbatas. Sangat penting bagi kami untuk mendokumentasikan dan menamai keragaman itu," kata Esselstyn, seperti dilansir EurekAlert!.

"Jika kita dapat menemukan banyak spesies baru ini dalam kelompok yang relatif terkenal seperti mamalia, bayangkan seperti apa keanekaragaman yang tidak terdokumentasi pada organisme yang tidak terlalu mencolok."