Nationalgeographic.co.id—Masyarakat Nusantara sejak abad ke-7 sudah tidak asing dengan teknik perkapalan. Namun, berita-berita tentang perkapalan itu baru muncul setelah bangsa Eropa berdatangan.
Salah satu kesaksiannya datang dari Willem Lodewycksz yang ikut dalam ekspedisi pertama Belanda ke Nusantara. Mendampingi Cornelis de Houtman, ia mengisahkan kesaksiannya tentang kapal-kapal Banten yang canggih.
Adrian B. Lapian dalam bukunya berjudul Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17 (2017), mengisahkan tentang kesaksian Lodewycksz tatkala mengunjungi Jawa pada abad ke-17.
Menurutnya, kapal perang milik Banten menyerupai kapal galai yang populer di Eropa, dengan dua tiang layar. Ruang bawah hanya dipakai untuk para budak dan pengayuh kapal.
"Keistimewaan kapal ini adalah serambinya yang sempit juga merupakan emperan yang mengikuti bagian buritan kapal," tambah Adrian.
"Mereka seolah-olah dikurung, sedangkan tentara berada di geladak supaya dapat berperang dengan leluasa," imbuhnya. Sementara itu terdapat empat meriam yang ditempatkan di bagian depan kapalnya.
Selain galai yang setara dengan kapal Eropa, Banten juga punya kapal jung yang dikenal oleh kompeni dengan istilah joncken. Jung Banten memiliki layar kecil di depannnya dengan dua tiang lainnya. Tidak selalu jung mereka memiliki layar segi empat.
Dari haluan sampai ke belakang, terdapat geladak yang ditutup dengan atap untuk berteduh dari terik matahari, derasnya hujan dan rintikan embun. Di bagian belakangnya terdapat anjungan untuk nahkoda.
Baca Juga: Kolonialisme Mengubah Sistem Tradisonal Persawahan Banten Abad Ke-19
Baca Juga: Di Balik Kuasa Kesultanan Banten dalam Perniagaan Mancanegara
Baca Juga: Naskah Wangsakerta: Kisah Terdetail Tentang Asal-usul Nusantara?
Baca Juga: Sumbangan Sains dari Pelukis-pelukis Cina pada Zaman Kompeni