Para Ilmuwan Ini Bisa Ciptakan Gen dan DNA Buatan, Apa Peluang Kita?

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Sabtu, 2 Juli 2022 | 15:00 WIB
Ilustrasi DNA. Para ilmuwan bisa ciptakan gen dan DNA buatan. Apa peluang yang kita dapatkan dari pengetahuan ini? (Pixabay)

Nationalgeographic.co.id - Tahun 2020, dua ilmuwan bernama Emmanuelle Charpentier dan Jennifer Doudna mendapatkan Penghargaan Nobel di bidang kimia. Penghargaan itu diberikan karena mereka dapat menyunting genetika makhluk hidup yang disebut CRISPR. Sehingga, para ilmuwan bisa membuka wawasan lebih luas tentang rekayasa genetika di masa depan.

Bayangkan, suatu hari di masa depan kita bisa membuat gen sintetis. Semua makhluk hidup, termasuk manusia, memiliki gen yang mengandung materi unik di setiap individu dan spesies.

Kali ini, sebuah penelitian diterbitkan pada 1 Juli 2022 di jurnal Science, kita ternyata bisa membuat gen sintetis. Pendekatan yang dilakukan para peneliti berkat pengetahuan penyuntingan genetika yang diungkap Charpentier dan Doudna tahun 2011 itu.

"Kami sangat pandai membaca genom, atau mengurutkan DNA. Dan berkat CRISPR, kami dapat melakukan pengeditan kecil pada genom. Namun kami masih belum pandai menulis dari awal," ucap Esteban Mazzoni, associate professor (lektor kepala) bidang biologi di New York University (NYU) yang jadi rekan peneliti, dikutip dari media kabar NYU.

"Menulis atau membuat potongan genom baru dapat membantu kami menguji kecukupannya—dalam hal ini, temukan unit terkecil genom apa yang diperlukan sel untuk mengetahui di mana letaknya di dalam tubuh."

Mereka menciptakan gen Hox buatan. Gen itu berhubungan dengan penentuan daerah untuk rencana tubuh embrio di sepanjang sumbu kepala, mengembangkan jaringan atau organ. Pengembangan ini dilakukan oleh teknologi DNA sintetik baru dan rekayasa genom dalam sel induk.

Hampir semua hewan, dari manusia hingga burung dan ikan, punya sumbu enterior-posterior yang membenteng dari kepala hingga ekor. Gen Hox selama ini bertindak sebagai aristek dan menentukan rencana ke mana suatu sel berjalan di sepanjang porosnya, dan bagian tubuh mana yang akan dibuat.

Baca Juga: Dikenal Cerdas, Ternyata Otak Gurita Punya Kesamaan dengan Manusia

Baca Juga: Hasil Studi DNA Ungkap Cara Penyebaran Tikus Hitam di Benua Eropa

Baca Juga: Meteorit Ini Mengandung Pembentuk DNA dan RNA Kehidupan Bumi

Baca Juga: Sterilisasi: Sistem Baru Ilmuwan untuk Menahan Populasi Nyamuk

Jika gen Hox gagal bekerja karena adanya kesalahan aturan atau mutasi, sel bisa hilang. Hal ini bisa menimbulkan jenis kanker, cacat lahir, bahkan keguguran.

"Saya tidak berpikir kita dapat memahami perkembangan atau penyakit tanpa memahami gen Hox," kata Mazzoni. Bayangkan, semua jenis kecacatan dan ancaman kanker kelak bisa dicegah dengan teknologi canggih dengan melibatkan gen buatan ini.

Gen Hox menantang untuk dipelajari, terang para peneliti. Soalnya, gen Hox tersusun rapat dalam kelompok yang berada di dalam DNA tempat mereka ditemukan dan tidak ada gen lain yang mengelilinginya. 

Kluster gen Hox tidak punya pengulangan seperti genom lainnya. Faktor inilah yang membuat mereka unik, tetapi sulit untuk dipelajari dengan penyuntingan gen konvensional tanpa memengaruhi gen Hox tetangga, terang Mazzoni dan tim.

Peneliti lainnya adalah Jef Boeke, direktur di Institute of System Genetics NYU Grossman School of Medicine. Dia adalah ahlinya dalam sintesis genom ragi. Laboratorium gennya saat ini sedang mencari cara menerjemahkan teknologi ini ke sel mamalia.

"Secara lebih luas, teknologi DNA sintetik ini, di mana kami telah membangun semacam pabrik, akan berguna untuk mempelajari penyakit yang secara genomik rumit dan sekarang kami memiliki metode untuk memproduksi model yang jauh lebih akurat untuk penyakit tersebut," kata Boeke.

Mereka menyalin DNA dari gen Hox tikus. DNA itu kemudian dibawa ke lokasi yang tepat di dalam sel induk yang berpotensi majemuk pada tikus. Mereka mencoba menggunakan spesies yang berbeda supaya memungkinkan untuk membedakan antara DNA tikus sintetis dan sel alami tikus.

Dengan DNA Hox buatan dalam sel induk tikus, para peneliti mengeksplorasi bagaimana gen itu membantu sel untuk belajar dan mengingat lokasinya berada. Pada mamalia, kluster Hox dikelilingi oleh daerah yang mengontrol bagaimana gen Hox bisa diaktifkan.

Para peneliti menemukan bahwa kelompok padat gen ini bisa mengandung seluruh informasi yang dibutuhkan sel. Informasi ini bisa berisi kode sinyal posisi untuk dipecahkan oleh sel dan diingatnya.

Di masa depan, mungkin DNA sintetis dan gen Hox buatan bisa jadi jalan buat penelitian mendatang bagaimana perkembangan hewan dan penyakit pada manusia.

"Spesies yang berbeda punya struktur dan bentuk yang berbeda, banyak yang tergantung pada bagaimana kelompok Hox diekspresikan," terang Mazzoni. "Pemahaman yang lebih baik tentang klaster Hox dapat membantu kita untuk memahami bagaimana sistem ini beradaptasi dan dimodifikasi membuat hewan yang berbeda."