William Barrington D'Almeida adalah seorang pedagang keturunan Portugis di Singapura yang kemudian menjadi pengacara di Inggris. Seorang petualang, penjelajah sekaligus penulis yang lahir 2 November 1841 di Singapura dan meninggal di Chelsea, Inggris, 10 Agustus 1897. Dalam catatannya tentang senjata yang digunakan para penjaga gardu, ia menyebutkan bahwa itu adalah senjata khas dari Jawa, hal ini menjadi bahasan yang menarik. Karena senjata yang ia tuliskan bernama bunday yang dalam literatur Belanda disebut tjanggah (kemungkinan beda penyebutan nama karena beda wilayah) ditemukan juga dalam sistem penjagaan tradisional di Jepang.
Saya mewawancara Sinung Widiyanto, rekan satu angkatan di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya yang menempuh S2 di Universitas Ritsumeikan, Kyoto, Jepang. Ketertarikannya pada dunia sejarah dan beladiri membuat dia aktif di salah satu dojo selama tinggal di Negeri Sakura.
Menurutnya senjata tjanggah yang ada di Indonesia sangat serupa dengan senjata-senjata era samurai Tokugawa di Jepang (1603-1867), digunakan oleh para penjaga keamanan wilayah atau kini tugas kepolisian. Senjata ini digunakan dengan deskripsi yang sama, yaitu untuk menangkap dan melumpuhkan lawan. Beladiri yang mempelajari teknik ini disebut taiho-jutsu.
Mengutip buku berjudul Taiho Jutsu, Law and Order in the Age of The Samurai oleh Don Cunningham, taiho Jutsu atau disebut juga seni meringkus penjahat dikembangkan oleh para penjaga keamanan atau kepolisian. Teknik beladiri ini disarikan dari dua cabang keilmuan yaitu kenjutsu (seni berpedang) dan jujutsu (seni bertempur tangan kosong). Tujuan utamanya adalah menangkap lawan dalam keadaan hidup dan meminimumkan terjadinya luka atau cidera.
Namun nasib teknik penggunaan alat-alat ini oleh penjaga keamanan di Jepang terus mengalami perkembangan. Pasca perang dunia II, Jepang yang dilucuti Sekutu mengalami kekacauan keamanan dalam negeri, kelompok kriminal dan bandit merajalela. Pada 1947 Jepang mengumpulkan tokoh dari berbagai disiplin ilmu beladiri dan menyarikannya dalam buku pedoman berjudul Taiho Jutsu Kihon Kozo (Dasar-dasar Taiho Jutsu), buku ini dijadikan pegangan bagi setiap anggota Kepolisian dan terus mengalami perkembangan hingga hari ini.
Di Indonesia, teknik melumpuhkan lawan oleh kepolisian dengan peralatan kuno ini mengalami nasib yang sebaliknya. Mulai dilupakan dan ditinggalkan, walau masih ditemukan berita beberapa anggota Kepolisian yang berlatih menggunakan senjata-senjata dan teknik semacam ini, namun tetap saja tidak bisa dikatakan sebagai sebuah teknik yang populer.
Yang menarik, ketika ekspedisi kami melintasi Kota Surabaya. Ada salah satu hotel bintang lima yang cukup terkenal di kawasan Jalan Mayjen Sungkono di kota ini. Di pos penjagaan depan terdapat alat-alat serupa tjanggah, dibuat dari bahan baja tahan karat, polos tanpa dilengkapi duri.
Antara Jepang dengan Jawa, mana yang lebih dulu menggunakan alat-alat ini? Siapa mempengaruhi siapa? Masih membutuhkan penggalian yang lebih dalam lagi.