Proses Aneh Membuat Kulit Putih Lambang Kecantikan Wanita Romawi Kuno

By Sysilia Tanhati, Senin, 18 Juli 2022 | 10:00 WIB
Penulis Romawi Ovid mengungkapkan bagaimana wanita Romawi beralih dari “mendandani ladang” menjadi “mendandani diri sendiri”. Di masa itu, kulit putih jadi lambang kecantikan wanita romawi. (Herkulaneischer Meister)

Nationalgeographic.co.id—Sebenarnya, bangsa Romawi tidak memperkenalkan konsep kecantikan awal. Faktanya, penaklukan Romawi atas tanah Yunani dan Mesir-lah yang memperkenalkan mereka pada gagasan kecantikan. Orang Romawi mengadopsi kebiasaan provinsi taklukan itu untuk membangun nilai keindahan mereka sendiri. Publius Ovidius Naso’s menulis The Art of Beuty yang membahas tentang pergeseran nilai kecantikan bagi orang Romawi. Ia mengungkapkan bagaimana para wanita Romawi beralih dari “mendandani ladang” menjadi “mendandani diri sendiri”. Di masa itu, kulit putih jadi lambang kecantikan wanita romawi kuno. Bagaimana cara mereka mendapatkan kulit putih?

Meski perawatan kecantikan digunakan oleh wanita, namun semua catatan sejarah tentang kecantikan ditulis oleh pria. Penting untuk dicatat bahwa hanya Ovid yang menghargai penggunaan riasan. Kebanyakan penulis Romawi lainnya sangat menyukai sedikit atau tidak sama sekali karena hubungannya dengan perzinahan.

Menariknya, meski mengadaptasi konsep kecantikan dari Yunani dan Mesir, orang Romawi tidak ingin seperti mereka. Alih-alih memperindah wajah dengan segala warna, para wanita memilih riasan untuk menjaga kecantikan alaminya.

Di atas segalanya, Ovid mengeklaim bahwa sebelum perawatan kecantikan fisik dimulai, seorang wanita harus memiliki tata krama. “Sopan santun atau kepribadian akan memikat para pria. Dan setelah kecantikan memudar, itulah yang mempertahankannya daya pikat seorang wanita,” tulis Riley Winters di laman Ancient Origins.

Proses nyeleneh untuk menjadi Wanita Romawi yang ideal

Wanita Romawi yang ideal adalah wanita dengan kulit yang luar biasa putih. Ini menjadi bukti bahwa seorang wanita menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam ruangan. Wanita yang tidak keluar rumah itu dianggap cukup kaya untuk membayar pelayan dan orang awam.

Namun warna kulit alami seorang wanita Romawi lebih dekat dengan warna zaitun alih-alih gading. Untuk mendapatkan warna putih, proses yang tidak wajar diperlukan untuk membedaki wajah. Paling tidak, proses ini dianggap aneh bagi orang di zaman modern. Ini melibatkan penggunaan bubuk kapur, kotoran buaya, dan timah putih untuk memutihkan seluruh wajah mereka.

Ovid menjelaskan proses membuat ramuan itu:

“dua pon jelai kupas dan vicia dalam jumlah yang sama yang dibasahi dengan sepuluh butir telur. Keringkan campuran di udara dan giling semua bahan. Tumbuk tanduk pertama yang jatuh dari kepala rusa jantan yang sehat. Dari jumlah ini ambil seperenam pon. Hancurkan dan tumbuk seluruh menjadi bubuk halus kemudian saring. Tambahkan dua belas umbi narsisis yang telah dikuliti, dan tumbuk seluruhnya dengan kuat dalam mortar marmer. Juga harus ditambahkan dua ons permen karet dan Tuscan spelt, dan madu. Ramuan ini akan membuat wajah wanita menjadi lebih cerah.”

Proses perawatan kecantikan yang dianggap aneh bagi orang modern dilakukan oleh wanita Romawi zaman itu. Salah satunya menggunakan kotoran buaya untuk memerahkan pipi. (Wikipedia)

Beberapa rezim kecantikan yang menarik termasuk mandi dengan susu keledai untuk kulit, yang digunakan oleh Ratu Cleopatra. Di Mesir; lemak angsa dan tepung kacang digunakan untuk mengobati kerutan, dan abu siput dipercaya menghilangkan bintik-bintik. Bintik hitam merupakan indikasi negatif bahwa wanita terlalu sering menghabiskan waktu di bawah sinar matahari.

Tanda kecantikan palsu sering digunakan untuk menutupi luka atau jerawat. Mawar, kapur, kelopak bunga poppy, atau bahkan kotoran buaya digunakan untuk mendapatkan pipi merah. Bayangkan ketika suami mencium pipi istrinya selama proses perawatan muka ini.

Mata ditonjolkan dengan penggunaan kohl, zat penghitam yang terbuat dari abu atau jelaga. Kebiasaan ini dibawa ke Romawi oleh orang Mesir dan masih digunakan di banyak tempat sampai sekarang. Seperti eyeliner modern, bahan ini digunakan tepat di bawah dan di atas mata. Fungsinya untuk menonjolkan warna alami mereka. Bahan yang sama ini digunakan untuk menggelapkan bulu mata dan alis, membuatnya lebih menonjol pada wajah pucat.

Selain itu, para wanita juga menambahkan warna pada kelopak mata. Pewarna diperoleh dari batu yang dihaluskan. Baik bulu mata dan alis lebih disukai panjang pun lebih disukai di masa itu.

Kosmetik digunakan oleh wanita kaya dan miskin. Namun semakin kaya seseorang, semakin mahal produk yang mampu dibeli. Produk-produk mahal tidak memiliki aroma, sehingga parfum tidak dibutuhkan. Sedangkan pelacur, mereka yang cenderung memakai produk yang lebih murah dan berbau busuk. Maka mereka terpaksa menggunakan parfum untuk menutupi baunya. Praktik inilah yang membuat rumah bordil berbau tidak sedap. “Tidak diragukan lagi, ini menimbulkan stigma bahwa penggunaan wewangian adalah praktik yang tidak suci,” tambah Winters.

Salah satu alasan wanita Romawi lebih menyukai riasan alami adalah karena pelacur cenderung memakai riasan yang terlalu banyak. Ironisnya, seiring bertambahnya usia, penggunaan produk wajah yang berlebihan menjadi indikasi bahwa wanita itu adalah seorang pezina.

Catatan Ovid membuktikan bahwa kecantikan itu penting di masa Romawi kuno, sama seperti sekarang. Yang berbeda hanyalah standar kecantikan seseorang.

   

Simak kisah-kisah selidik sains dan gemuruh penjelajahan dari penjuru dunia yang hadir setiap bulan melalui majalah National Geographic Indonesia. Cara berlangganan via bit.ly/majalahnatgeo