Dunia Hewan: Peta Global Biodiversitas Semut Mengungkap Area Misteri

By Ricky Jenihansen, Jumat, 5 Agustus 2022 | 08:05 WIB
Peta ini menyoroti pusat keanekaragaman hayati semut di Asia, daerah yang menampung banyak spesies semut dengan jangkauan yang kecil. (OIST)

Nationalgeographic.co.id—Para ilmuwan Okinawa Institute of Science and Technology (OIST) telah membuat peta biodiversitas semut beresolusi tinggi. Mereka menggabungkan data dari seluruh dunia dengan prediksi dari pembelajaran mesin. Peta itu mengungkapkan area yang mungkin menyembunyikan spesies yang belum ditemukan.

Laporan studi tersebut telah diterbitkan di Science Advances dengan judul "The global distribution of known and undiscovered ant biodiversity" baru-baru ini. Publikasi tersebut merupakan jurnal akses terbuka yang dapat didapatkan secara daring.

Seperti diketahui, semut memainkan peran penting dari mengaerasi tanah dan menyebarkan benih dan nutrisi, hingga mengais dan memangsa spesies lain. Semut dapat berperan sebagai pemburu, petani, pemanen, peluncur, penggembala, penenun, dan tukang kayu.

Semut adalah berada di sebagian besar dari dunia kita. Terdiri lebih dari 14.000 spesies dan sebagian besar biomassa hewan di sebagian besar ekosistem darat. Seperti invertebrata lainnya.

Semut memiliki peran penting untuk fungsi ekosistem. Namun pandangan global tentang biodiversitas atau keragaman semut masih kurang.

Sekarang, para peneliti dari Unit Keanekaragaman Hayati dan Biokompleksitas di Okinawa Institute of Science and Technology (OIST) (OIST), bekerja sama dengan beberapa lembaga di seluruh dunia.

Mereka mengembangkan peta resolusi tinggi yang menggabungkan pengetahuan yang ada dengan pembelajaran mesin. Tujuannya untuk memperkirakan dan memvisualisasikan keadaan global keanekaragaman semut.

"Studi ini membantu menambahkan semut, dan invertebrata terestrial pada umumnya, ke dalam diskusi tentang konservasi keanekaragaman hayati," kata Prof. Evan Economo dalam rilis media. Ia memimpin Unit Keanekaragaman Hayati dan Biokompleksitas.

Pemahaman tentang keanekaragaman global mereka masih kurang. (Benoit Guénard)

"Kita perlu mengetahui lokasi pusat keanekaragaman invertebrata yang tinggi sehingga kita mengetahui daerah-daerah yang dapat menjadi fokus penelitian dan perlindungan lingkungan ke depan."

Prof. Economo menambahkan bahwa sumber daya ini juga akan berfungsi untuk menjawab sejumlah pertanyaan biologis dan evolusioner. Seperti bagaimana kehidupan terdiversifikasi dan bagaimana pola dalam keragaman muncul.

Prof. Economo bersama mantan postdoc OIST, Benoit Guénard, mereka membuat database catatan kejadian untuk spesies semut. Database itu berbeda dari repositori online, koleksi museum, dan sekitar 10.000 publikasi ilmiah.

Para peneliti di seluruh dunia berkontribusi dan membantu mengidentifikasi kesalahan. Lebih dari 14.000 spesies dipertimbangkan, yang bervariasi secara dramatis dalam jumlah data yang tersedia.

Namun, sebagian besar catatan ini, meskipun berisi deskripsi lokasi sampel, tidak memiliki koordinat tepat yang diperlukan untuk pemetaan.

Para peneliti menyatukan data yang tersedia untuk membuat peta global. Dibagi menjadi kotak berukuran 20 km kali 20 km persegi, yang menunjukkan perkiraan jumlah spesies semut per persegi.

Mereka juga membuat peta yang menunjukkan jumlah spesies semut dengan rentang yang sangat kecil per persegi (disebut kelangkaan spesies). Secara umum, spesies dengan kisaran kecil sangat rentan terhadap perubahan lingkungan.

Namun, ada masalah lain yang harus diatasi, yaitu bias pengambilan sampel. "Beberapa wilayah di dunia yang kami harapkan sebagai pusat keanekaragaman tidak muncul di peta kami, tetapi semut di wilayah ini tidak dipelajari dengan baik," jelas Kass.

"Daerah lain diambil sampelnya dengan sangat baik, misalnya sebagian Amerika Serikat dan Eropa, dan perbedaan dalam pengambilan sampel ini dapat memengaruhi perkiraan keragaman global kami."

Koloni semut. (Getty Images)

Jadi, para peneliti menggunakan pembelajaran mesin untuk memprediksi bagaimana keragaman mereka akan berubah jika mereka mengambil sampel semua area di seluruh dunia secara merata.

Dengan melakukan itu, mengidentifikasi area di mana mereka memperkirakan ada banyak spesies yang tidak diketahui dan tidak diambil sampelnya. Prof. Economo mengatakan,

"Ini memberi kita semacam 'peta harta karun', yang dapat memandu kita ke mana kita harus mengeksplorasi selanjutnya dan mencari spesies baru dengan jangkauan terbatas."

Okinawa, di selatan Jepang, diidentifikasi sebagai pusat kelangkaan. Itu karena banyak spesies endemik pulau-pulau ini memiliki rentang yang sangat kecil, sekitar 1000 kali lebih kecil daripada spesies yang tersebar di Amerika Utara dan Eropa.

Dengan demikian, tempat-tempat seperti Okinawa sangat penting bagi perlindungan lingkungan untuk melestarikan keanekaragaman hayati.

Pola keanekaragaman hayati semut memang memiliki ciri-ciri unik. Misalnya, Mediterania dan Asia Timur muncul sebagai pusat keanekaragaman semut lebih dari vertebrata.

Akhirnya, para peneliti melihat seberapa terlindungi dengan baik area dengan keanekaragaman semut yang tinggi ini. Mereka menemukan bahwa persentasenya rendah, hanya 15 persen dari 10 persen teratas pusat kelangkaan semut yang memiliki semacam perlindungan hukum.

Seperti misalnya taman nasional atau cagar alam, yang kurang dari perlindungan yang ada untuk vertebrata. "Jelas, banyak pekerjaan yang harus kita lakukan untuk melindungi kawasan kritis ini," Prof. Economo menyimpulkan.