Studi: Bagaimana Persepsi Publik soal Polusi Udara di Jakarta?

By Utomo Priyambodo, Sabtu, 6 Agustus 2022 | 09:00 WIB
Polusi udara di langit Jakarta sempat jadi yang terburuk sedunia. (Kristianto Purnomo/Kompas.com)

Nationalgeographic.co.idLangit Jakarta tak selalu biru, kadang putih ditutupi "kabut" polusi. Aplikasi pemantau udara real-time oleh IQAir bahkan kerap menobatkan Jakarta sebagai kota dengan polusi udara terburuk di dunia pada waktu-waktu tertentu.

Bagaimana sebenarnya persepsi masyarakat terhadap polusi udara di Jakarta? Bagaimana pendapat mereka mengenai kualitas udara di ibu kota yang terkenal dengan jalanannya yang macet dan penuh oleh kendaraan bermotor ini?

Para peneliti dari Internews dalam proyek Clean Air Catalyst telah melakukan survei terhadap 210 responden, 7 kelompok untuk focus group discussion (FGD), dan wawancara mendalam dengan 17 informan kunci. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan pada tahun 2021 itu, diketahui bahwa Jakarta Utara tampaknya merupakan kota yang paling lekat atau identik dengan polusi udara di DKI Jakarta.

Studi ini menemukan bahwa para responden yang berdomisili di Jakarta Utara menunjukkan sentimen negatif yang lebih tinggi terhadap kualitas udara Jakarta daripada mereka yang tinggal di tempat lain di ibu kota. Lalu ditemukan pula bahwa mayoritas (97%) responden menganggap knalpot kendaraan sebagai penyebab utama penyumbang pencemaran udara.

Lebih lanjut para responden berpendapat bahwa pemerintah daerah (46,7%) dan pusatpemerintah (17,6%) adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk mengurangi udarapolusi di Jakarta. Namun, beberapa (19,5%) juga percaya bahwa individu-individu memiliki tanggung jawab lebih dari pemerintah pusat.

Jenis informasi yang menurut para responden paling dibutuhkan terkait polusi udara adalah yang berhubungan dengan dampak polusi udara terhadap kesehatan (63,3%). Informasi lainnya yang paling dibutuhkan adalah pemberitahuan saat tingkat polusi sedang tinggi (45,7%).

Sumber informasi paling tepercaya terkait kualitas udara, menurut para responden, adalah para ilmuwan atau pakar (73,8%), petugas kesehatan (48,1%), dan aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM) (32,4%). Adapun para selebriti atau influencer (56,7%), pejabat pemerintah (30,5%), dan pemimpin agama (24,8%) dianggap sebagai sumber-sumber informasi yang tidak tepercaya terkait polusi udara.

Baca Juga: Pemprov DKI Jakarta Sengaja Mempersulit Penggunaan Kendaraan Pribadi

Baca Juga: Termasuk Jakarta, Kematian Dini di Kota-kota Tropis Disebabkan Polusi

Baca Juga: Makin Parah, Polusi Dunia Kini Telah Membunuh 9 Juta Orang per Tahun 

Studi ini juga menemukan bahwa lebih dari separuh responden survei (57,6%) menyatakan pernah melihat informasi terkait kualitas udara di Jakarta. Namun sebagian besar responden berpendapat bahwa kualitas dan frekuensi informasi yang mereka terima kurang dari memadai.

Tantangan utama dalam memperoleh informasi tentang polusi udara adalah kurangnyapengetahuan tentang saluran informasi yang tepat (57,4%). Di samping itu, ada pula kendala lain berupa kesulitan dalam memahami konten informasi (19,1%).