Nationalgeographic.co.id - Para ilmuwan dari Weizmann Institute of Science untuk pertama kalinya menumbuhkan model embrio sintetis tikus di luar rahim menggunakan sel induk yang dikultur dalam cawan petri. Ini adalah terobosan besar ilmu kedokteran. Terlebih lagi, proses kultur sel juga dilakukan tanpa menggunakan sel telur yang telah dibuahi, sehingga mengabaikan kebutuhan sperma.
Pendekatan ini dapat sampai batas tertentu, menghindari kekhawatiran teknologi dan moral yang terkait dengan penggunaan embrio alami dalam penelitian dan bioteknologi. Sehingga menjadikannya sangat penting. Bahkan dengan tikus, beberapa tes saat ini tidak praktis karena akan membutuhkan ribuan embrio. Namun, ketersediaan model yang dikembangkan dari sel embrionik tikus, yang dikalikan dengan jutaan dalam inkubator laboratorium, hampir tidak terbatas.
“Embrio adalah mesin pembuat organ terbaik dan bioprinter 3D terbaik—kami mencoba meniru fungsinya,” kata Prof. Jacob Hanna dari Departemen Genetika Molekuler Weizmann. “Para ilmuwan sudah tahu bagaimana mengembalikan sel-sel dewasa ke “stemness”—pelopor pemrograman ulang seluler ini telah memenangkan Hadiah Nobel pada tahun 2012. Akan tetapi dengan arah yang berlawanan, menyebabkan sel-sel induk berdiferensiasi menjadi sel-sel tubuh khusus. Belum lagi seluruh bentuk organ, terbukti jauh lebih bermasalah.”
“Sampai sekarang, dalam kebanyakan penelitian, sel-sel khusus seringkali sulit untuk diproduksi atau menyimpang. Mereka cenderung membentuk jaringan yang tidak beraturan daripada jaringan yang terstruktur dengan baik yang cocok untuk transplantasi. Kami berhasil mengatasi rintangan ini dengan melepaskan potensi pengorganisasian diri yang dikodekan dalam sel induk.” tutur Hanna.
Pada Maret 2021, para ilmuwan menemukan perangkat yang dikendalikan secara elektronik yang memungkinkan pertumbuhan embrio tikus alami di luar rahim. Para ilmuwan menggunakan perangkat yang sama dalam percobaan baru. Perangkat untuk menumbuhkan sel induk tikus selama lebih dari seminggu—sekitar setengah waktu kehamilan tikus. Hasil temuan ini telah diterima untuk dipublikasikan di jurnal Cell dengan judul "Post-Gastrulation Synthetic Embryos Generated Ex Utero from Mouse Naïve ESCs."
Para ilmuwan membagi sel induk menjadi tiga kelompok. Sebelum ditempatkan ke dalam perangkat. Dalam salah satunya, sel-sel yang pada akhirnya akan menjadi organ embrio sendiri dibiarkan dalam keadaan mereka saat ini. Salah satu dari dua jenis gen, pengatur utama plasenta atau kantung kuning telur. Ini diekspresikan secara berlebihan dalam sel-sel di dua kelompok lainnya selama pra-perawatan yang berlangsung hanya 48 jam.
"Kami memberi dua kelompok sel ini dorongan sementara untuk memunculkan jaringan ekstraembrionik yang menopang embrio yang sedang berkembang," kata Hanna.
Baca Juga: Dari 200 Juta, Mengapa Hanya 1 Sperma yang Dapat Membuahi Sel Telur ?
Baca Juga: Kesalahan Kromosom: Alasan Mengapa Banyak Ibu Hamil Alami Keguguran
Baca Juga: Berawal dari Ide Mengatasi Keguguran, Ilmuwan Ciptakan Embrio Sintetis
Tiga kelompok sel dengan cepat digabungkan di dalam perangkat untuk membentuk agregat. Meski sebagian besar gagal menjalani pengembangan penuh. Namun, 50 dari 10.000, atau kira-kira 0,5 persen, terus membentuk bola. Bola itu masing-masing kemudian berkembang menjadi struktur seperti embrio yang memanjang. Plasenta dan kantung kuning telur terlihat di luar embrio. Pengembangan model berjalan seperti embrio alami karena para ilmuwan telah memberi kode warna pada setiap set sel.
Model sintetis ini berkembang secara normal hingga hari ke 8.5. Ini hampir setengah dari usia kehamilan tikus 20 hari. Yaitu pada tahap mana semua nenek moyang organ awal telah terbentuk, termasuk jantung yang berdetak. Juga sirkulasi sel induk darah, dan otak dengan lipatan yang berbentuk baik. Serta tabung saraf, dan saluran usus.
Dibandingkan dengan embrio tikus alami, model sintetis menunjukkan kesamaan 95 persen baik dalam bentuk struktur internal dan pola ekspresi gen dari jenis sel yang berbeda. Organ-organ yang terlihat pada model memberikan setiap indikasi fungsional.
“Studi ini menghadirkan arena baru: Tantangan kami berikutnya adalah memahami bagaimana sel punca tahu apa yang harus dilakukan—bagaimana mereka merakit diri menjadi organ dan menemukan jalan mereka ke tempat yang ditugaskan di dalam embrio,” kata Hanna. “Dan karena sistem kami tidak seperti rahim, transparan, ini mungkin berguna untuk memodelkan cacat lahir dan implantasi embrio manusia.”
“Alih-alih mengembangkan protokol berbeda untuk menumbuhkan setiap jenis sel. Misalnya, ginjal atau hati. Kita mungkin suatu hari dapat membuat model mirip embrio sintetis dan kemudian mengisolasi sel yang kita butuhkan. Kita tidak perlu mendikte organ yang baru muncul bagaimana mereka harus berkembang. Embrio itu sendiri melakukan yang terbaik,” ujarnya.Seperti yang dilaporkan The Guardian, Hanna mengatakan embrio sintetis bukanlah embrio "asli" dan tidak memiliki potensi untuk berkembang menjadi hewan hidup, atau setidaknya tidak ketika mereka telah ditransplantasikan ke dalam rahim tikus betina. Dia telah mendirikan sebuah perusahaan bernama Renewal Bio yang bertujuan untuk menumbuhkan embrio sintetis manusia untuk menyediakan jaringan dan sel untuk kondisi medis.