Gen Migrain Ternyata Sudah Dimiliki Manusia Purba Sejak Dulu

By Gita Laras Widyaningrum, Senin, 7 Mei 2018 | 11:58 WIB
Ilustrasi migrain. (Thinkstock)

Sebuah studi terbaru menemukan fakta bahwa varian genetik yang terkait dengan migrain sudah dimiliki manusia purba sejak dulu. Itu membantu mereka beradaptasi dengan cuaca dingin setelah bermigrasi ke wilayah yang suhunya lebih rendah.

Dalam 50 ribu tahun terakhir, sekelompok manusia purba meninggalkan iklim hangat Afrika dan pindah ke daerah-daerah yang lebih dingin di Eropa dan Asia, serta belahan dunia lainnya.

Studi yang dilakukan oleh Felix Key dari Max Planck Institute, menguji TRPM8, gen yang diketahui sebagai satu-satunya reseptor untuk mendeteksi suhu dan udara dingin.

“Kolonisasi ini dikaitkan dengan adaptasi genetik yang membantu manusia purba bereaksi terhadap suhu dingin,” ujar Aida Andres, yang mengawasi studi tersebut.

Baca juga: Ilmuwan Temukan Cara Otak Mengubah Rasa Takut Menjadi Keberanian

Para peneliti menemukan fakta bahwa varian gen tersebut semakin umum pada orang-orang yang tinggal di wilayah garis lintang tinggi selama 25 ribu tahun terakhir. Sekitar 88% nenek moyang Finlandia membawa gen tersebut. Sementara, nenek moyang Afrika hanya 5%.

Variasi genetik di Afrika masih jarang ditemukan, namun sudah lebih umum pada mereka yang berada di luar benua.

Para peneliti menganalisis data genetik dari 1200 orang-orang modern di dunia dan 79 manusia purba yang hidup antara 3000 hingga 8500 tahun lalu.

“Penelitian ini menunjukkan dengan baik bagaimana tekanan evolusi masa lalu dapat mempengaruhi fenotipe saat ini,” kata Key.

Baca juga: Tulang Rahang Korban Bom Hiroshima Ungkap Paparan Radiasi yang Tinggi

Migrain, yang dikaitkan dengan rasa nyeri yang berdenyut di salah satu sisi kepala, menyerang jutaan orang.

Beberapa faktor non-genetik bisa meningkatkan risiko migrain, termasuk lanjut usia, jenis kelamin perempuan, kadar stres yang tinggi dan rendahnya status ekonomi. Namun, penyakit ini juga termasuk keturunan.

Menurut data WHO, migrain memiliki prevalensi terendah di Afrika, dan sering terjadi di Eropa.

Di Amerika Serikat, prevalensi migrain secara konsisten lebih sering dialami penduduk keturunan Eropa-Amerika, dibanding Afrika-Amerika.