Nationalgeographic.co.id—"Kapan peradaban terbesar sepanjang sejarah (Romawi) benar-benar berakhir?" Ini adalah pertanyaan yang paling sering diperdebatkan, tentang kejatuhan peradaban Romawi.
Kekaisaran Romawi berlangsung hampir lebih dari seribu tahun lamanya. Mereka selalu mewakili peradaban yang canggih dan adaptif. Setiap masa dan rajanya telah menempatkan diri mereka sesuai dengan jiwa zamannya. Namun, sebenarnya kapan Romawi benar-benar runtuh?
"Beberapa sejarawan sepakat dan berpendapat bahwa perpecahan terjadi akibat munculnya kerajaan timur dan barat yang diperintah oleh kaisar terpisah, menyebabkan Romawi jatuh," tulis NS Gill kepada ThoughtCo.
Gill menulis kisah jatuhnya Romawi dalam sebuah artikel berjudul The Fall of Rome: How, When, and Why Did It Happen? yang diterbitkan pada 1 November 2021.
Ungkapan tentang "jatuhnya Kekaisaran Romawi" berarti menandai beberapa peristiwa maupun bencana yang mengakhiri sebuah peradaban besar yang membentang dari hampir ke seluruh Eropa, ke Kepulauan Britania, lalu ke Mesir di Afrika hingga Irak di Asia.
Namun, peradaban sebesar Romawi tidaklah hancur karena satu-dua peristiwa atau bencana. Butuh ratusan tahun dari sebuah resistensi yang mengakar, secara perlahan menghancurkan Romawi sampai ke akarnya.
"Karena proses yang sangat panjang, banyak perspektif sejarawan yang berbeda telah menempatkan tanggal dari berakhirnya kekaisaran pada banyak titik yang berbeda dari sebuah kontinum," tambahnya.
Dalam karya besarnya, The Decline and Fall of the Roman Empire (1776), sejarawan Edward Gibbon memilih tahun 476 M sebagai akhir dari segala akhir runtuhnya Romawi, tanggal yang paling sering disebutkan oleh para sejarawan lain.
Tanggal itu adalah ketika Odoacer, raja dari kekaisaran Torcilingi dari Jerman, menggulingkan Romulus Augustulus, kaisar Romawi terakhir yang memerintah bagian barat Kekaisaran Romawi di tahun 476 M.
Meskipun begitu, Romawi yang terpecah di bagian timur—menjadi Kekaisaran Bizantium—dengan ibu kotanya di Konstantinopel baru berhasil ditaklukan oleh pasukan Ottoman di bawah Fetih (Al Fatih) pada 1453. Al Fatih mengubah toponimi kotanya menjadi Istanbul.
Maka dari itu, tidaklah mutlak kejatuhan Romawi dikatakan berakhir pada 476 M karena Romawi Bizantium masih terus berdiri, bahkan hingga abad ke-15.
Kebanyakan sejarawan klasik percaya bahwa kejatuhan Konstantinopel (kekuatan Romawi Timur) terletak dari kombinasi kepayahan: menguatnya Kristen, dekadensi, timbal logam dalam pasokan air, masalah moneter, dan masalah militer.