Garuda Pancasila: Simbol Garudeya dalam Lambang negara Indonesia

By Galih Pranata, Selasa, 16 Agustus 2022 | 12:00 WIB
Garuda di Candi Sukuh. Nama 'garuda' berasal dari kata Sanskerta, yang digambarkan sebagai kendaraan Dewa Wisnu. (Ida Fitri Astuti/National Geographic Indonesia)

 

Nationalgeographic.co.id—Kisah Garudeya terpahat di banyak candi-candi di seluruh Indonesia. Yang paling fenomenal ialah simbolisme Garudeya yang ada di Candi Sukuh dan Cetho (JawaTengah), serta Candi Kidal (Jawa Timur).

Dalam Hindu, Garudeya digambarkan sebagai kendaraan Dewa Wisnu—Sang Pemelihara Alam Semesta. Sosok makhluk mitologi ini kerap digambarkan memiliki kepala, sayap, ekor, bermoncong burung elang; namun dengan tubuh, tangan, dan kaki layaknya manusia. 

Raja Airlangga, pada abad ke-11, menggunakan Garudeya sebagai simbol kerjaaannya. Prasasti-prasasti semasanya kerap dijumpai menggunakan simbol makhluk mitologi ini. Biasanya dipahat pada puncak prasasti, atau disebut Garudamukha lancana. Lambang ini berlanjut pada masa raja-raja Jenggala.  

Femi Eka Rahmawati menulis dalam bukunya berjudul Meneroka Garuda Pancasila dari Kisah Garudeya: Sebuah Kajian Budaya Visual (2019) tentang simbolisme Garudeya. Menurutnya, di Candi Sukuh simbolisme Garudeya pada "fragmen batu bercampur dengan relief-relief lain yang umumnya berkisah tentang pengruwatan."

Berbeda halnya dengan di Sukuh, di Candi Cetho Garudeya tidak dipahat di batu, melainkan dibangun dari susunan batu yang berdiri di atas tanah.

Secara pengejawantahan cerita, kisah Garudeya berkisah tentang "kepahlawanan sang Garuda dalam membebaskan ibundanya dari perbudakan yang dilakukan ibu tirinya, yang merupakan ibu dari para naga," tambahnya.

Dalam kisahnya, sang Garuda berhasil membawakan ibundanya pertolongan berupa air kehidupan disebut "Tirta Amerta". Air kehidupan itu bisa membebaskan ibundanya dari perbudakan para naga.

Kisah yang tergambar jelas dalam Candi Kidal menjadikan kisah Garudeya sebagai "simbolisme lambang negara Garuda Pancasila yang merupakan sebuah sistem simbol," imbuh Femi.

Erat kaitannya dengan kebanggaan Garudeya dalam simbol kepahlawanan masyarakat kuno di Jawa, Clifford Geertz memasukannya ke dalam kitabnya berjudul Tafsir Kebudayaan yang terbit pada tahun 1992.

Garudeya membawa air amerta di Candi Kidal (sekitar abad ke-13), Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dalam Nagarakertagama, Prapanca mengisahkan Hayam Wuruk singgah di candi ini sebelum ke Jajaghu. (Mahandis Yoanata Thamrin/National Geographic Indonesia)

Garudeya di Candi Sukuh, Karanganyar, pinggang barat Gunung Lawu, Jawa Tengah. Candi ini selesai dibangun pada 1359 Saka atau 1437 Masehi. Arkeolog menduga bahwa candi ini dibangun untuk tujuan pengruwatan. (Ida Fitri Astuti/National Geographic Indonesia)

Ia mengutarakan tentang makna di balik simbolisme Garuda sebagai simbol sistem lambang negara. "Simbol merupakan salah satu dari unsur pembentukan kebudayaan," ungkap Geertz dalam bukunya.