Mengungkap Misteri Satwa Liar di Everest, Gunung Tertinggi di Dunia

By Ricky Jenihansen, Sabtu, 20 Agustus 2022 | 15:00 WIB
Tm ilmuwan telah mendokumentasikan luasnya keanekaragama hayati di pegunungan tinggi yang ada di gunung tertinggi di Bumi, Gunung Everest. (iStock)

Nationalgeographic.co.id—Satu tim ilmuwan telah mendokumentasikan luasnya keanekaragaman hayati di pegunungan tinggi yang ada di gunung tertinggi di Bumi, Gunung Everest. Mereka menggunakan DNA lingkungan (eDNA) yang dikumpulkan di wilayah tersebut.

Tim ilmuwan itu dipimpin oleh Wildlife Conservation Society (WCS) dan Appalachian State University. Mereka menemukan bukti 187 perintah taksonomi. Bukti itu ditemukan dari hanya 20 liter air yang dikumpulkan di salah satu lingkungan paling keras di Bumi di ketinggian 8.849 m.

Temuan tersebut telah diterbitkan di iScience yang merupakan jurnal akses terbuka. Makalah tersebut dapat diperoleh secara daring dengan judul "Estimating biodiversity across the tree of life on Mount Everest’s southern flank with environmental DNA."

Dijelaskan, tim mengumpulkan eDNA dari sampel air selama empat minggu di sepuluh kolam dan sungai antara 4.500 meter dan 5.500 meter.

Situs-situs tersebut termasuk area zona alpin yang ada di atas garis pohon dan berisi berbagai tanaman berbunga dan spesies semak. Bersama dengan zona aeolian yang melampaui kisaran tanaman berbunga dan semak di bagian paling atas biosfer.

Dari hanya 20 liter air, mereka mengidentifikasi organisme yang termasuk dalam 187 ordo taksonomi. Jumlah tersebut setara dengan 16,3 persen, atau seperenam, dari total ordo yang diketahui di seluruh pohon kehidupan—silsilah keluarga keanekaragaman hayati Bumi.

Menggunakan eDNA mencari jumlah jejak materi genetik yang ditinggalkan oleh organisme dan satwa liar menawarkan pendekatan yang lebih mudah diakses, cepat, dan komprehensif. Tujuannya untuk meningkatkan kapasitas survei untuk menilai keanekaragaman hayati di lingkungan perairan.

Tracie Seimon mengumpulkan sampel eDNA. (Anton Seimon/National Geographic)

Sampel dikumpulkan menggunakan selongsong tertutup yang berisi filter yang menangkap materi genetik. Sampel tersebut kemudian dianalisis di laboratorium menggunakan metabarcoding DNA dan metodologi pengurutan lainnya.

WCS telah menggunakan eDNA untuk mendeteksi spesies langka dan terancam dari paus bungkuk hingga kura-kura cangkang lunak Swinhoe, salah satu spesies paling langka di planet ini.

Meskipun studi Everest berfokus pada identifikasi pada tingkat ordo, tim mampu mengidentifikasi banyak organisme hingga tingkat genus atau spesies.

Misalnya, tim mengidentifikasi rotifera dan tardigrada. Dua organisme ini adalah hewan kecil yang diketahui terdapat di lingkungan paling keras dan paling ekstrem dan dianggap sebagai salah satu hewan paling tangguh yang dikenal di Bumi.