Nationalgeographic.co.id—Semua pengendara motor yang mengikuti turing di Pegunungan Himalaya pasti merasakan pusing. Hal itu juga dialami oleh Didi Kaspi Kasim, pejalan dari #SayaPejalanBijak sekaligus Editor in Chief National Geographic Indonesia.
Didi bersama 19 pengendara lainnya dari beberapa negara (total 20 pengendara motor) mengikuti turing sepeda motor di Pegunungan Himalaya dalam rangka acara Moto Himalaya 2022. Mereka memulai perjalanan motor dari base camp yang berada di Ladakh yang berada di ketinggian sekitar 3.500 meter di atas permukaan laut.
Sebelum memulai perjalanan, para pengendara motor harus beristirahat dulu di Ladakh untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan. “Di Ladakh, India, ada peraturan setempat bahwa kamu nggak boleh ngapa-ngapain dulu selama dua hari untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan kondisi oksigen yang tipis ini,” kata Didi dalam acara bincang santai daring bersama #SayaPejalanBijak.
“Di hari pertama itu parah banget, saya sampai pusing, nggak bisa tidur, migrain,” ujarnya. Namun, semua ini adalah proses yang normal dan wajar. Ini adalah hal yang harus dilalui oleh para pelancong yang baru tiba di Ladakh setelah sebelumnya terbiasa tinggal di wilayah yang ketinggian tanahnya cenderung lebih rencah dan lebih dekat dengan laut.
Proses dan respons tubuh dalam menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang baru ini –dalam hal ini kondisi lingkungan di Ladakh yang ketinggiannya jauh lebih tinggi dan kadar oksigen di udaranya jauh lebih sedikit-- disebut sebagai aklimatisasi. Secara umum, aklimatisasi memiliki arti suatu upaya penyesuaian fisiologis atau adaptasi dari suatu organisme terhadap suatu lingkungan baru yang akan dimasukinya.
Didi memberikan tips bahwa di hari-hari pertama saat tiba di Ladakh kita perlu “banyak istirahat dan banyak minum air putih.” Berdasarkan pengalamnnya, “lama-lama badan kita akan belajar beradaptasi dengan kondisi sekeliling yang oksigennya lebih tipis dibanding tempat kita tinggal di Jakarta.”
Menurut Didi, hal pertama yang paling penting dipersiapkan dalam turing motor di Pegunungan Himalaya adalah fitness atau kebugaran tubuh. “Dampak dari kurangnya kebugaran tubuh, jika dibanding kurangnya peralatan, bisa lebih parah.” Jadi, kondisi fisik tubuh harus dipersiapkan betul-betul, misalnya dengan rajin berolahraga dan menjaga kesehatan sebelum melakukan turing.
Lalu untuk peralatan turing di Himalaya, selain sepeda motor yang prima, tentu saja kita perlu jaket berprotektor, helm, sarung tangan terman, kaos dan celana baselayer, hingga air minum yang cukup. Secara pribadi, Didi membawa tas ransel atau backpack yang memiliki fitur kantong air minum portable atau water blader 2 liter.
Salah satu rekan Didi dalam turing ini adalah Zenuar Bgnx, jurnalis OTO.com. Zenuar menambahkan bahwa dalam turing ini kita sebaiknya juga membawa kaos kaki waterproof selain sepatu yang kuat dan nyaman. “Karena dingin banget, jari kelingking kaki gue sampai mati rasa. Untung masih ada,” katanya.
Dalam turing ini Didi dan Zenuar menempuh rute perjalanan dari Ladakh ke Nubra kemudian ke Tso Moriri sebelum kembali lagi ke Ladakh. Di hari berikutnya perjalanan dilakukan lagi dari Ladakh ke Pangong Tso dan Kembali ke Ladakh.
Pada 17 Agustus 2022, Didi dan Zenuar sempat membentangkan bendera merah putih di puncak Khardung La Pass yang memiliki ketinggian 5.359 meter di atas permukaan laut. Khardung La Pass adalah salah satu jalan tertinggi di dunia yang bisa dilalui motor. Selain ada Khardung La Pass, India juga punya Umiling La Pass yang memiliki ketinggian 5.882 meter di atas permukaan laut dan dinobatkan sebagai jalan motor tertinggi di dunia.