Histori Judi, Salah Satu Kegiatan Tertua Manusia yang Banyak Diatur

By Utomo Priyambodo, Senin, 29 Agustus 2022 | 16:00 WIB
Ilustrasi perjudian atau judi. (ifd21.org/rawpixel.com)

Nationalgeographic.co.id—Judi bukanlah isu yang menjadi panas baru-baru ini. Judi adalah salah satu kegiatan tertua umat manusia. Hal itu terbukti dengan tulisan dan peralatan terkait judi yang ditemukan di banyak makam dan tempat lain.

Judi adalah kegiatan yang banyak diatur. Diatur di sini berarti sangat dibatasi atau bahkan dilarang. Aturan soal judi sudah ada sejak dalam hukum Cina kuno dan Romawi serta dalam Talmud Yahudi dan juga oleh Islam dan Buddha. Di Mesir kuno, misalnya, para penjudi dapat dihukum kerja paksa di tambang.

Judi terkait erat dengan undian. Alkitab memuat banyak referensi tentang pemberian undian untuk membagi harta, seperti ditulis di Britannica. Salah satu contoh yang terkenal adalah pengundian oleh para penjaga Romawi (yang kemungkinan besar berarti bahwa mereka melemparkan tulang-tulang buku jari) untuk menentukan pakaian Yesus selama Penyaliban.

Namun, di zaman kuno, melemparkan undian tidak dianggap sebagai perjudian dalam pengertian modern, tetapi dikaitkan dengan takdir atau nasib yang tak terhindarkan. Para antropolog juga menunjukkan fakta bahwa perjudian lebih lazim di masyarakat di mana ada kepercayaan luas pada dewa dan roh yang kebaikannya dapat dicari.

Pengundian, tidak jarang memakai dadu, telah digunakan di banyak budaya untuk menegakkan keadilan dan menunjukkan penjahat di pengadilan. Di Swedia, praktik ini masih berlangsung hingga akhir tahun 1803. Adapun di Yunani, kata untuk keadilan dalam bahasa Yunani, yakni dike, berasal dari kata yang berarti "melempar", dalam arti melempar dadu.

Sejarah Eropa penuh dengan dekret, keputusan, dan ensiklik yang melarang dan mengutuk perjudian. Hal ini secara tidak langsung membuktikan popularitas judi di semua lapisan masyarakat.

Perjudian terorganisir, yakni dalam skala yang lebih besar dan disetujui oleh pemerintah dan otoritas lain untuk mengumpulkan uang, dimulai pada abad ke-15 dengan bentuk lotere. Dengan munculnya rumah judi legal di abad ke-17, para ahli matematika mulai menaruh minat serius pada permainan dengan peralatan pengacakan (seperti dadu dan kartu), yang darinya berkembang bidang teori probabilitas.

Mengesampingkan judi di Tiongkok kuno maupun di Romawi dan Yunani kuno, ajang taruhan olahraga resmi yang terorganisir bisa dibilang berasal dari akhir abad ke-18. Kira-kira pada waktu itu mulai terjadi perubahan bertahap, meskipun tidak teratur, dalam sikap resmi terhadap perjudian, dari menganggapnya sebagai dosa menjadi menganggapnya sebagai kejahatan dan kelemahan manusia dan, akhirnya, melihatnya sebagai aktivitas yang sebagian besar tidak berbahaya dan bahkan menghibur.

Internet kemudian membuat banyak bentuk perjudian dapat diakses dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya. Pada awal abad ke-21, sekitar empat dari lima orang di negara-negara Barat berjudi setidaknya sesekali.

Membengkaknya jumlah penjudi di abad ke-20 menyoroti masalah pribadi dan sosial dari perjudian patologis, di mana individu tidak dapat mengontrol atau membatasi perjudian mereka. Selama tahun 1980-an dan 90-an, perjudian patologis diakui oleh otoritas medis di beberapa negara sebagai gangguan kognitif yang menimpa sedikit lebih dari 1 persen populasi, dan berbagai program pengobatan dan terapi dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut.

Perjudian patologis atau perjudian kompulsif membuat seseorang tidak mampu menahan keingina untuk berjudi. Hal ini dapat menyebabkan masalah keuangan yang parah, kehilangan pekerjaan, kejahatan atau penipuan, dan kerusakan hubungan keluarga.

Menurut MedlinePlus, perjudian kompulsif paling sering dimulai pada awal masa remaja pada pria, dan antara usia 20 dan 40 tahun pada wanita. Orang-orang dengan gangguan perjudian kompulsif mengalami kesulitan menahan atau mengendalikan dorongan untuk berjudi. Otak mereka bereaksi terhadap impuls ini dengan cara yang sama seperti bereaksi terhadap seseorang yang kecanduan alkohol atau obat-obatan.

  

Baca Juga: Mengulik Perjudian di Zaman Yunani Kuno, Romawi, dan Tiongkok Kuno

Baca Juga: Lucius Verus: Kaisar Romawi yang Doyan Judi dan Hiburan Malam

Baca Juga: Seperti Arisan, Orang Yunani Mengundi Pejabat: Bisakah untuk Pemilu ?

   

Gejala orang dengan perjudian kompulsif antara lain sering merasa malu dan berusaha mencegah orang lain tahu tentang masalah mereka. American Psychiatric Association mendefinisikan perjudian patologis sebagai memiliki 5 atau lebih gejala berikut:

1. Melakukan kejahatan untuk mendapatkan uang untuk berjudi.2. Merasa gelisah atau mudah tersinggung ketika mencoba mengurangi atau berhenti berjudi.3. Berjudi untuk menghindari masalah atau perasaan sedih atau cemas.4. Berjudi dengan jumlah uang yang lebih besar untuk mencoba mengembalikan kerugian masa lalu.5. Kehilangan pekerjaan, hubungan, pendidikan, atau peluang karier karena perjudian.6. Berbohong tentang jumlah waktu atau uang yang dihabiskan untuk berjudi.7. Melakukan banyak upaya yang gagal untuk mengurangi atau berhenti berjudi.8. Perlu meminjam uang karena kerugian perjudian.9. Perlu mempertaruhkan jumlah uang yang lebih besar untuk merasakan kegembiraan.10. Menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan perjudian, seperti mengingat pengalaman masa lalu atau cara mendapatkan lebih banyak uang untuk berjudi.

Para bandar judi tampaknya tahu betul bahwa judi dapat menimbulkan ketagihan atau kecanduan pada banyak orang seperti itu. Hal itulah yang mereka nekad membuka tempat atau situs perjudian secara ilegal di negara yang telah melarang judi sekalipun.