Mimpinya para Petualang dan Pertanyaan Membuncah dari Himalaya

By Didik Kasim, Sabtu, 27 Agustus 2022 | 13:00 WIB
Di padang-padang pegunungan Himalaya, warga melepas hewan-hewan ternak dan menjaganya dari kejauhan. Bermodalkan ketapel tali, mereka akan memanggil hewan-hewan itu dengan melemparkan batu sekaligus berteriak. (Didi Kasim/National Geographic Indonesia)

 Baca Juga: Sains Ancala, Bagaimana Kita Bersikap dan Belajar pada Gunung?

 Baca Juga: Tradisi Para Biksu di Pegunungan Himalaya Saat Menyambut Musim Dingin

Betul, perjalanan bermotor begitu deras melepaskan karbon ke udara pegunungan. Namun di sisi lainnya, menurut saya, melalui perjalanan ini memungkinkan untuk terjadinya perjumpaan-perjumpaan insan beda alam yang dapat saling bertukar pengalaman dan saling memberi kehidupan dengan caranya masing-masing.

Setiap desa yang kami masuki selalu ada senyum hangat dan tatapan bak air yang membasahi kerongkongan yang kering. Kami seperti air membasahi kebun-kebun kering dan memberi warna pada kehidupan warga desa. Persinggahan para pejalan bermotor ke kedai-kedai mereka menjadi satu mata rantai kehidupan yang penting dalam masa empat bulan musim panas yang harus mereka manfaatkan.

Taglang La, salah satu perlintasan tinggi yang berada di kawasan Ladakh India. Saat ini, Taglang La memegang rekor sebagai perlintasan tertinggi ke-12 di Dunia. ()

Himalaya dan desa-desa di pegunungan ini mungkin akan baik-baik saja tanpa kehadiran pejalannya. Namun saya pikir, dengan kehadiran para pejalan tempat ini bisa menjadi lebih baik, perjumpaan insan ini memberi kabar kehidupan di luar gunung, membawa pendapatan baru bagi warga gunung, dan pada akhirnya pejalan yang hadir juga membuat warga penjaga kawasan paham betul bahwa yang mereka miliki di atas sana adalah sebuah keajaiban alam yang harus terpelihara dan lestari.

Sampai saat ini, perbandingan pejalan dengan kawasannya menurut saya masih masuk akal. Wisata ini masih lestari dalam memegang konsep quality tourism, perjalanan bermotor mengelilingi Himalaya hanya bisa dilakukan segelintir manusia yang punya mimpi dan tekad kuat utnuk melakukan perjalanan yang tak mudah ini. Beradaptasi dengan ketinggian, bentang alam yang relatif sulit dijangkau, dan cuaca yang seringkali dapat berubah menjadi tak begitu bersahabat adalah tantangan-tantangan yang harus dihadapi.

Selama orang gunung tetap memegang teguh prinsip kehidupan, menjaga tradisi, dan menjalani usaha mereka seperti sekarang, yaitu hidup dari alam, saya pikir Himalaya masih akan bertahan. Saya lebih khawatir akan para pejalan yang datang kepada mereka.

Saya tahu manusia terkadang tak akan pernah puas, tak cukup sekali, dan selalu meminta lebih, saya khawatir apabila kita manusia tak dapat mengontrol rakusnya hasrat, dan memaksakan perubahan kepada alam. Manusia-manusia Himalaya suatu hari nanti akan dipaksa turun dan meninggalkan gunung-gunung itu sendirian berteman angin.

Sambil menepuk seluruh pakaian dan melepaskan debu gurun yang menempel, saya cabut kunci kontak motor dan memarkirkan motor saya untuk terakhir kalinya di Hotel Lakrook, Leh, India. Terima kasih Royal Enfield Himalayan nomor seri 18 tunggangan saya. Terima kasih sudah mengantarkan saya menerima napas kehidupan dari tingginya gunung-gunung Himalaya. Terima kasih telah menolong saya memberi kehidupan kepada manusia-manusia ketinggian di Himalaya. Saya tak akan kembali dalam Segera, cukup sekarang, cukup terbayar mimpi-mimpi ini.

Sekarang izinkan saya pulang untuk mewarta, dan bercerita, bahwa ada lingkaran kehidupan yang hangat di puncak-puncak pegunungan Himalaya. Bahwa apa yang kita lakukan di bawah sini suatu hari pasti akan berdampak kepada kehidupan manusia-manusia di ketinggian. Sebelum hari itu datang, kita lakukan apa yang bisa kita lakukan. Kalau hanya sekadar bisa memperlambat dampak perubahan iklim, ya sudah, baru itu yang bisa kita lakukan. Saya percaya sekecil apapun upaya kita pasti membawa dampak di masa depan.

Salam Lestari,

Didi Kasim