CarbonEthics: Waktunya Hidupkan dan Jaga Ekosistem Karbon Biru Kita

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Jumat, 16 September 2022 | 15:00 WIB
Co-founder sekaligus Chief Marketing Officer CarbonEthics Jessica Novia menjelaskan peluang perlindungan lingkungan lewat ekosistem karbon biru. Dia menjelaskannya dalam G20 Development Ministerial Meeting Side Event yang berlangsung 7-8 September 2022 di Belitung. (CarbonEthics)

Nationalgeographic.co.id—September ini, Indonesia berkesempatan menjadi tuan rumah KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) G20 2022 di Bali. Salah satu bahasan dalam pertemuan lintas negara ini membahas pembangunan ekonomi biru di Indonesia.

Ekonomi biru merupakan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, peningkatan mata pencaharian, dan pekerjaan sambil menjaga ekosistem laut.

Perbincangan ini dibahas dalam G20 Development Ministerial Meeting Side Event di Belitung pada 7-8 September 2022 oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan (Bappenas) bersama G20.

Perbincangan terkait ekonomi biru dinilai cocok untuk Indonesia. Pasalnya, sebanyak 70 persen penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir, dan mata pencahariannya bergantung pada laut.

"Ini adalah kesempatan untuk menegaskan besarnya potensi ekonomi laut di Indonesia, yang jika dimanfaatkan secara maksimal, akan berkontribusi signifikan bagi pemulihan dan transformasi ekonomi bangsa," ucap Amalia Adininggar Widyasanti, Wakil Menteri Bidang Bappenas.

"Utamanya untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja, produktivitas, dan nilai tambah bagi perekonomian."

Kunci dari ekonomi biru dapat difokuskan pada ekowisata, perikanan, pencegahan zat-zat berbahaya, penanggulangan risiko bencana, hingga manajemen penggunaan lahan di sekitar pesisir dan perairan. 

Namun, untuk mewujudkan ekonomi biru di Indonesia, pemerintah tidak bisa sendiri. Perlu ada kerja sama dengan organisasi masyarakat yang turut terlibat. Salah satunya yang terlibat dalam perbincangan pengembangan ekonomi biru di G20 adalah CarbonEthics, sebuah organisasi yang didirikan tahun 2019.

Organisasi akar rumput ini punya tujuan yang sesuai: memulihkan keseimbangan iklim dengan merestorasi alam, dan pionir dalam ekosistem karbon biru.

"Perubahan iklim adalah krisis kemanusiaan terbesar dunia modern, kita perlu mengambil tindakan segera sekarang," terang Co-founder sekaligus Chief Marketing Officer CarbonEthics Jessica Novia.

Ekosistem karbon biru mudah dijumpai sebagai 'senjata' kita menangani perubahan iklim. Ekosistem karbon biru merupakan wilayah pesisir dan laut yang menyerap karbon seperti bakau, rumput laut, lamun, dan terumbu karang.

"Indonesia memiliki stok karbon biru tertinggi secara global dari mangrove kita, tetapi kita juga memiliki salah satu tingkat deforestasi tertinggi di dunia, jadi penting bagi kita untuk melindungi dan melestarikannya," Jessica melanjutkan.