Dunia Akan Hadapi Kepunahan Masal Hewan di 2050, Ada Gajah Sumatra

By Hanny Nur Fadhilah, Jumat, 23 September 2022 | 14:00 WIB
Wisatawan asing memandikan gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) yang sudah dijinakkan bersama (Zika Zakiya)

Nationalgeographic.co.id - Bumi telah mengalami lima kali peristiwa kepunahan massal. Banyak ahli telah memperingatkan bahwa kepunahan massal keenam sudah bisa terjadi sebagai akibat dari aktivitas manusia sejak Zaman Eksplorasi. Beberapa ilmuwan bahkan menyarankan bahwa hampir 40% spesies yang saat ini berada di planet kita dapat punah pada awal tahun 2050. Namun apakah ini hanya skenario terburuk? Apakah penurunan dramatis pada spesies Bumi mungkin terjadi?

“Kepunahan massal keenam jelas masuk akal," kata Nic Rawlence, direktur Laboratorium Palaeogenetika Otago dan dosen senior DNA purba di Departemen Zoologi di Universitas Otago, Selandia Baru.

Rawlence menambahkan jika spesies tidak punah secara global, kemungkinan spesies yang tidak dapat beradaptasi dengan dunia akan berubah dengan cepat. Hewan-hewan itu akan mengalami penyusutan jangkauan, kemacetan populasi, kepunahan lokal, dan menjadi punah secara fungsional.

“Krisis kepunahan saat ini mungkin belum mencapai puncaknya. Puncak dari lima besar, tapi itu pasti di jalurnya jika tidak ada yang dilakukan untuk menghentikannya." ujarnya kepada Live Science.

Menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN) dan World Wide Fund for Nature (WWF) terdapat daftar spesies yang terancam punah. Sekitar 41.000, hampir sepertiga dari semua spesies yang dinilai saat ini terancam punah.

Banyak spesies dan subspesies terkenal, termasuk orangutan sumatra (Pongo abelii), macan tutul amur (Panthera pardus orientalis), gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus), badak hitam (Diceros bicornis), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), harimau sunda (Panthera tigris sondaica), dan Cross River gorilla (Gorilla gorilla diehli) diklasifikasikan sebagai sangat terancam punah. Hal ini berarti bahwa mereka berada pada risiko kepunahan yang sangat tinggi di alam liar.

IUCN menggambarkan sangat terancam punah sebagai sebuah kategori berisi spesies yang memiliki risiko kepunahan yang sangat tinggi sebagai akibat dari penurunan populasi yang cepat dari 80 hingga lebih dari 90 persen selama 10 tahun sebelumnya atau tiga generasi. Ukuran populasi saat ini kurang dari 50 individu, atau faktor lainnya.

Menurut WWF, banyak dari spesies ini sangat terancam sehingga mereka mungkin tidak dapat bertahan hingga tahun 2050. Misalnya, hanya 70 macan tutul Amur yang tersisa di alam liar, sedangkan vaquita (Phocoena sinus), spesies lumba-lumba yang dianggap sebagai mamalia laut paling langka di dunia, turun menjadi hanya 10 individu.

Ada banyak spesies yang kurang dikenal berisiko. Sebuah tinjauan tahun 2019 yang diterbitkan dalam jurnal Biological Conservation, menemukan bahwa lebih dari 40% spesies serangga sekarang terancam punah.

“Praktik berbasis ekologi yang lebih berkelanjutan perlu diadopsi di seluruh dunia, untuk memperlambat atau membalikkan tren saat ini, memungkinkan pemulihan populasi serangga menurun, dan menjaga ekosistem penting yang mereka berikan," ujar peneliti dalam studi tersebut.

 Baca Juga: Indonesia Menghadapi Ancaman Kepunahan Burung Tertinggi di Dunia

 Baca Juga: Krisis Amazon, Bendungan PLTA Menyebabkan Kepunahan Banyak Spesies

 Baca Juga: Kodok di Seluruh Dunia Mendekati Kepunahan, Terutama di Asia Tenggara

Sejumlah spesies serangga termasuk dalam daftar sangat terancam punah, termasuk belalang berujung putih (Chorthippus acroleucus), jangkrik Semak Alpen Selatan (Anonconotus apenninigenus), kupu-kupu biru Swanepoel (Lepidochrysops swanepoeli), lebah Franklin (Bombus franklini), dan wereng bersayap Seychelles (Proocytettix fusiformis).

Prediksi mengerikan yang sama tentang penurunan tajam terjadi di hampir semua kehidupan di Bumi. Menurut laporan 2018 oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), lebih dari 90% terumbu karang dunia bisa mati pada tahun 2050 bahkan jika pemanasan global dijaga pada suhu 1,5 derajat Celcius.

Menurut laporan tahun 2022 yang diterbitkan dalam jurnal Nature, dua dari lima amfibi (40,7%) kini terancam punah, sementara laporan tahun 2016 yang diterbitkan oleh jurnal Biology Letters menyatakan pada tahun 2050, 35% katak di daerah Tropis Basah Queensland, Australia, dapat terancam punah.

Faktanya, kejatuhan amfibi kemungkinan akan lebih nyata. Para ilmuwan mengakui ada banyak amfibi yang telah mereka perjuangkan untuk mengumpulkan informasi rinci, dan spesies ini dikategorikan sebagai kekurangan data (DD). Menurut sebuah laporan yang diterbitkan pada tahun 2022 di jurnal Communications Biology.

"85% amfibi DD kemungkinan akan terancam punah, serta lebih dari setengah spesies DD di banyak kelompok taksonomi lainnya, seperti mamalia dan reptil."

Oleh karena itu, sangat sulit untuk menentukan jumlah pasti spesies yang kemungkinan besar akan punah pada tahun 2050, terutama karena skala kepunahan masih belum ditentukan. Terlebih lagi, kita tidak tahu berapa banyak spesies yang ada saat ini, sehingga mustahil untuk menentukan semua makhluk yang berada dalam bahaya.