Meski Anak Seorang Budak, Pertinax Berhasil Menjadi Kaisar Romawi

By Sysilia Tanhati, Rabu, 5 Oktober 2022 | 07:00 WIB
Kisahnya adalah kisah seorang nonunggulan yang sempurna. Seorang pria yang lahir di tengah keluarga mantan budak, tanpa pengalaman militer, dan menjadi orang paling berkuasa di Romawi. (The Uffzi Gallery)

Pada usia 35, Pertinax bosan mengajar dan bergabung dengan tentara Romawi. Ia tidak memiliki pengalaman militer, namun karena kekayaan keluarga, ia berhasil mendapatkan posisi. Pertinax menjadi komandan di legiun Galia di Suriah.

Saat itu, seseorang bisa “membeli” posisi, tetapi dalam kasus Pertinax, membeli posisi bukan hal yang buruk. Pasalnya, ia memiliki kemampuan kepemimpinan yang luar biasa. “Kesuksesannya selama Perang Parthia (161–166 Masehi) membuatnya mendapatkan promosi,” tambah Dasgupta.

Pertinax diangkat menjadi tribun dan dikirim ke York. Tentara segera memindahkannya ke perbatasan Sungai Danube di Hongaria untuk melayani Kaisar Marcus Aurelius. Aurelius sedang melawan suku-suku Marcomanni Jermanik yang menginvasi wilayahnya.

Pertinax memiliki hubungan kerja yang baik dengan Aurelius, yang membantunya mendapatkan jabatan konsul pada tahun 175 Masehi. Kemudian, ia diangkat menjadi gubernur Dacia, Suriah, dan, akhirnya, Britania.

Pada tahun 189 Masehi, Romawi menunjuk Pertinax sebagai gubernur Afrika dan prefek Roma ketika tugasnya sebagai gubernur Britania berakhir.

Salah satu momen yang menentukan dalam sejarah Romawi, pembunuhan kaisar Commodus. Ini pun segera memengaruhi karier politik Pertinax.

Pemerintahan penuh darah

Commodus dikenal ganas dan gila. Banyak sejarawan percaya Commodus adalah katalisator kejatuhan Romawi.

Commodus memiliki sedikit keinginan untuk memerintah kekaisaran. Sebagai seorang hedonis, Commodus juga menyukai pertarungan gladiator. Ia ingin membuat orang-orang terpikat dan teralihkan dari masalah administrasi. Sang kaisar yang mengaku sebagai titisan Hercules itu juga kerap mengadakan pesta mewah dan pesta pora liar.

Bergaya bak Hercules, banyak sejarawan percaya Commodus adalah katalisator kejatuhan Romawi. (Edwin Howland Blashfield)

Seakan belum daftar keburukannya masih kurang panjang, Commodus juga kaisar sadis yang menderita megalomania. Dia membunuh lawan politiknya dengan impunitas.

Pemerintahan teror Commodus yang berlumuran darah berakhir pada Desember 192 Masehi. Seorang rekan gulatnya, gladiator Narcissus, mencekiknya sampai mati. Konspirasi itu dicetuskan oleh Quintus Aemilius Laetus, kepala Garda Praetoria, Marcia, istri Commodus, dan Electus, salah satu pelayan utama Commodus.