Kaisar Romawi Juga Filsuf, Marcus Aurelius, Punya Gangguan Kecemasan

By Sysilia Tanhati, Sabtu, 8 Oktober 2022 | 07:00 WIB
Kaisar Romawi Marcus Aurelius dikenal sebagai seorang filsuf. Namun, ia juga memiliki gangguan kecemasan dan masalah dengan kemarahan. (Glyptothek)

Nationalgeographic.co.id—Filsuf Yunani Plato berpendapat bahwa negara kota yang ideal harus diperintah oleh 'Raja Filsuf'. Sejak itu, banyak penguasa berlomba-lomba mendapatkan gelar tersebut. Berabad-abad kemudian, tepatnya pada abad kedua Masehi, Kaisar Romawi Marcus Aurelius digelari filsuf. Ia mendapatkan gelar tersebut berkat bukunya yang berjudul “Meditations”. Namun di luar gelarnya itu, Kaisar Romawi Marcus Aurelius ini ternyata memiliki gangguan kecemasan dan masalah dengan kemarahan.

Buku Meditations karya Marcus Aurelius

Meditations pada dasarnya adalah buku catatan refleksi pribadi yang ditulis Marcus selama ia menjabat sebagai Kaisar Romawi. Kemungkinan besar, ia tidak berencana untuk membuat sebuah buku.

“Serangkaian tulisan ditujukan untuk dirinya sendiri,” ungkap Lee Clarke di laman The Collector. Tulisan-tulisan itu merupakan dokumen unik dalam sejarah filsafat. Ini memungkinkan kita melihat ke dalam pikiran seorang filsuf pada tingkat yang sangat intim dan pribadi.

Membaca dengan cara ini, teks mengungkapkan banyak kepada kita tentang Marcus sebagai pribadi. Bukunya itu bahkan memungkinkan pembaca untuk berhubungan dengannya, bahkan ribuan tahun setelah kematian sang kaisar.

Meditations pada dasarnya adalah buku catatan refleksi pribadi yang ditulis Marcus selama ia menjabat sebagai Kaisar Romawi. Kemungkinan besar, ia tidak berencana untuk membuat sebuah buku. (Private Collection of S. Whitehead)

Marcus adalah penganut aliran filsafat Stoic. Didirikan oleh Zeno dari Citium (334 – 262 Sebelum Masehi) dan dinamai Stoa di Athena di mana ia dan murid-muridnya berkumpul. Stoa percaya bahwa sebagian besar peristiwa terjadi karena beberapa penyebab yang saling berhubungan di luar kekuatan kita. Mereka menyebutnya sebagai 'takdir'. Kunci kebahagiaan adalah menerima kehendak 'Akal Universal' dan 'hidup sesuai dengan alam'.

Salah satu latihan spiritual Stoic melibatkan penulisan berulang-ulang ide-ide filosofis untuk menjaganya tetap kuat dalam pikiran praktisi. Meditations dianggap oleh para sebagai contoh latihan spiritual sang kaisar.

Marcus menulis ajaran Stoic di buku catatannya sehingga dia bisa mengingatnya. Harus diingat bahwa dia menulis untuk dirinya sendiri. Fakta ini memungkinkan kita untuk melihat potret pribadi Marcus yang luar biasa dari sudut pandangnya sendiri.

Marcus Aurelius menderita gangguan kecemasan dan berjuang untuk mendapatkan bantuan

Hari ini, untungnya, kita lebih mengerti tentang masalah kesehatan mental. Namun tidak sedikit yang mengalami kesulitan mencari bantuan saat membutuhkannya. Sebagian mungkin menganggap 'tidak jantan' untuk meminta bantuan. Akibatnya, banyak yang menderita dalam diam.

Hal yang sama juga dialami oleh Marcus Aurelius. Ia juga terkadang berjuang dengan kesehatan mentalnya. Sang kaisar menulis:

“Tidak ada rasa malu untuk dibantu, karena Anda harus melakukan pekerjaan yang telah Anda tetapkan. Seperti seorang prajurit yang menyerbu tembok kota. Misalkan Anda pincang dan tidak dapat memanjat benteng sendiri, Anda dapat melakukannya dengan bantuan orang lain.”

“Jangan khawatir tentang masa depan. Anda akan datang ke sana (jika harus), dilengkapi dengan alasan yang sama yang Anda terapkan sekarang hingga saat ini”.

Fakta bahwa Marcus menulis kata-kata ini untuk dirinya sendiri seakan membuat pembacanya sedih. Penerimaan ini sangat intim dan pribadi. Itu juga menunjukkan bahwa dalam banyak hal, Marcus sama seperti manusia lain.

Orang Romawi jelas tidak memiliki konsep tentang kesehatan mental. Namun terbukti, masalah kesehatan mental sudah ada sejak lama, bahkan dialami oleh seorang kaisar. Seorang penguasa yang kuat, Marcus harus menghadapi banyak masalah yang sama seperti semua orang.

Marcus adalah salah satu dari 'Lima Kaisar yang Baik'. Namun, pada tingkat pribadi, ia memiliki pemerintahan yang sangat sulit. Ia secara pribadi memimpin legiun Romawi ke dalam pertempuran melawan Kekaisaran Persia dan berbagai suku Jermanik.

Selain itu, ia harus berurusan dengan wabah Antoninus yang menghancurkan. Orang mungkin bisa melihat, mengapa dia begitu rentan terhadap kecemasan tentang masa depan.

Marcus Aurelius punya masalah dengan kemarahan

Sepanjang Meditations, Marcus sering menyebutkan topik kemarahan. Dia menyebutkannya begitu sering sehingga sepertinya dia memiliki masalah dengan kemarahan. Misalnya, dalam beberapa ayat, tampaknya dia mencoba menenangkan diri setelah pertengkaran sengit.

“Mengingat karakter orang yang bersangkutan, hasil ini tidak bisa dihindari. Menginginkan hal itu tidak terjadi berarti menginginkan pohon ara tidak memiliki getah. Bagaimanapun, ingatlah ini: dalam waktu singkat Anda dan dia akan mati. Dan tak lama setelah itu bahkan nama kita tidak akan tersisa.”

   

Baca Juga: Meski Anak Seorang Budak, Pertinax Berhasil Menjadi Kaisar Romawi

Baca Juga: Elagabalus, Kaisar Romawi yang Paling Iseng dan Penuh Lelucon

Baca Juga: Lima Kaisar Romawi yang Tangannya Paling Berdarah dalam Sejarah

    

Dibutuhkan keberanian untuk mengakui kelemahan, seperti masalah dengan kemarahan dan gangguan kecemasan. Seperti halnya Marcus yang mengakui masalahnya dan mencoba melakukan sesuatu.

Sepanjang Meditations, kita dapat melihat bahwa Marcus mengulangi pada dirinya sendiri doktrin Stoic. “Ia mencoba dan menenangkan dirinya dalam situasi yang penuh tekanan,” tambah Clarke. Perannya sebagai kaisar tidak diragukan lagi terkadang menjadi sumber frustrasi.

Di sisi lain, catatan-catatan salah satu kaisar terbaik Romawi itu adalah wujud ekspresi kerendahan hatinya. Dia tahu dan mengakui bahwa ia bukan orang yang sempurna dan tidak mengaku begitu.

Terlebih lagi, sang kaisar secara aktif berusaha memperbaiki dirinya sebagai pribadi. Tindakan ini dipandang sebagai salah satu tujuan filsafat pada waktu itu.

Dengan segala upayanya untuk menjadi lebih baik sambil mengurus kekaisaran, tidak heran jika Marcus Aurelius termasuk dalam “Lima Kaisar Baik”.