Dunia Hewan: Berubah Lunak, Cara Karang Bertahan Hidup di Lautan Asam

By Utomo Priyambodo, Senin, 24 Oktober 2022 | 16:00 WIB
Karang otak di lautan. (Jean-Marc Kuffer)

Nationalgeographic.co.id - Perubahan iklim memiliki dampak pada semua makhluk hidup di bumi. Tak terkecuali pada dunia hewan.

Jurnalis sains Ed Yong pernah menulis di National Geographic bahwa perubahan iklim bukan hanya tentang pemanasan permukaan dan pencairan glasial. Karbon dioksida yang dipompa oleh aktivitas manusia ke atmosfer juga larut di lautan dunia sehingga perlahan-lahan meningkatkan keasamannya dari waktu ke waktu.

"Dan itu menimbulkan masalah bagi karang," tegas Yong. Kelompok karang, seperti jenis karang otak yang ada dalam gambar di atas misalnya, jadi lebih sulit membangun cangkangnya di air asam.

Karang mungkin tampak seperti batu yang tidak bergerak, tetapi benteng keras ini adalah rumah bagi hewan bertubuh lunak. Makhluk-makhluk ini, yakni polip karang, membangun terumbu karang kalsium karbonat mereka yang kuat menggunakan ion karbonat yang diambil dari air di sekitarnya.

Tetapi ketika tingkat pH atau keasaman air turun, ion-ion ini menjadi habis dan karang mulai kehabisan mortar kimianya. Akibatnya, di air asam, karang sulit membangun rumahnya.

Para ilmuwan telah memperkirakan bahwa jika tingkat karbon dioksida berlipat ganda, kekuatan pembentuk terumbu karang dunia bisa turun hingga 80%. Jika polip-polip karang tidak dapat membangun kembali cukup cepat untuk menyamai proses alami pembusukan dan erosi, terumbu akan mulai menghilang.

Maoz Fine dan Dan Tchernov dari Interuniversity Institute of Marine Science, Israel, telah menemukan bahwa polip-polip karang itu memiliki cara untuk mengatasi kondisi asam ini. Dalam risetnya, mereka menumbuhkan beberapa fragmen dari dua spesies karang Eropa dalam kondisi normal Mediterania, dan yang lainnya dalam air yang sedikit lebih asam, hanya dengan nilai 0,7 unit pH.

Spesies-spesies karang yang menghabiskan satu bulan di tangki asam dengan cepat berubah. Kerangka itu larut dan koloni itu terbelah.

Polip-polip yang terbuka dan soliter, tampak seperti anemon laut kecil, masih menempel pada permukaan berbatu. Ketika keadaan menjadi sulit, bagian yang keras itu berubah menjadi lunak.

Baca Juga: Dunia Hewan: Kenapa Ekor Cecak yang Putus Masih Bisa Bergerak?

Baca Juga: Dunia Hewan: Mengapa Lalat Suka Makan Tahi, tapi Tidak Sakit?

Baca Juga: Proyeksi Mengkhawatirkan Kondisi Terumbu Karang Dunia pada 2035

Bahkan tanpa kerangka pelindung mereka, spesies-spesies karang itu bertahan selama lebih dari satu tahun dan tampaknya hidup seperti biasa. Mereka berkembang, mereka bereproduksi secara normal dan mereka masih menyimpan alga simbiosis yang memungkinkan mereka menghasilkan energi melalui fotosintesis.

Dan ketika mereka dikembalikan ke kondisi normal, mereka dengan mudah melepaskan kemerdekaan mereka dan membentuk kembali koloni dan cangkang keras.

Temuan Fine dan Tchernov ini menunjukkan bahwa karang mungkin dapat bertahan dari perubahan iklim yang akan datang dengan mengadopsi gaya hidup bertubuh lunak dan hidup bebas. Dan ada bukti bahwa karang telah menggunakan trik ini sebelumnya.

Cangkang keras terumbu karang mudah memfosil, tetapi catatan fosil masih memiliki celah besar di mana tidak ada terumbu yang ditemukan. Ini mungkin mewakili periode waktu ketika karang cenderung dalam fase bertubuh lunak.

Namun, meski penemuan baru ini memberikan harapan, itu tidak boleh menjadi alasan untuk berpuas diri. Meskipun karang itu sendiri dapat bertahan dalam kedok lain, keragaman spesies yang sangat besar yang bergantung padanya mungkin akan pergi mencari tempat lain jika karang mereka menghilang.