Wisata Taman Nasional Harusnya Fokus pada Konservasi dan Inklusif

By Afkar Aristoteles Mukhaer, Selasa, 15 November 2022 | 14:00 WIB
Salah satu lanskap hunian wilayah pesisir Kampung Air dan Kampung Baru, Labuan Bajo. Untuk memberlangsungkan kehidupan konservasi, area pemanfaatan seharusnya dilakukan oleh masyarakat setempat. (Sigit Pamungkas)

  

Baca Juga: Mantan Kepala Taman Nasional: Konservasi Harus Masuk Kurikulum Sekolah

Baca Juga: Hasil Kajian: Jumlah Turis ke Taman Nasional Komodo Perlu Dibatasi

Baca Juga: Dunia Hewan: Gajah Asia Malah Menyukai Habitat di Tepi Kawasan Lindung

Baca Juga: Singkap Labuan Bajo: Jejak Perkembangan Kota dan Tradisi Multikultur

   

Padahal, pada awalnya mungkin Taman Nasional merupakan area masyarakat sebelum beralih untuk konservasi. Taman Nasional saat fungsinya seperti Cagar Alam, membatasi masyarakat mencari pencaharian. Seharusnya dengan adanya fungsi pemanfaatan, Taman Nasional juga memberdayakan masyarakat setempat.

Misalnya, hotel, jasa pariwisata, dan rumah makan, semestinya dikelola oleh masyarakat setempat. Selain itu, masyarakat setempat juga lebih paham tentang lingkungannya daripada masyarakat non-setempat. Pemerintah semestinya turut andil untuk memberikan pengetahuan dan pelatihan pemanfaatan, terutama di bidang pariwisata, seperti ini agar masyarakat menjalankannya secara mandiri.

Wawan juga pernah menjabat sebagai Kepala Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru. Menurutnya, masyarakat di sekitar sana lebih memiliki kesadaran pengelolaan secara mandiri, tanpa harus diedukasi. Masyarakat di sana, terutama kalangan adat Tengger, cukup ketat dalam menjaga tanah mereka. Akan tetapi, lagi-lagi pengelolaan Taman Nasional juga harus bertanggung jawab untuk komersialisasi yang bersikeras masuk ke dalam kawasan.