Negara-Negara G20 Masih Pakai Triliunan Dolar untuk Bahan Bakar Fosil

By Utomo Priyambodo, Jumat, 18 November 2022 | 11:00 WIB
Lebih dari 65% energi yang dihasilkan secara global dari bahan bakar fosil hilang sebagai limbah panas. (VanderWolf-Images)

Dalam laporan tersebut Indonesia disebut telah berkomitmen dalam jumlah besar untuk mencegah kebangkrutan sejumlah BUMN penghasil dan konsumen energi bahan bakar fosil tersebut. Sejumlah BUMN yang dimaksud adalah termasuk PLN (utilitas listrik, 3,1 miliar dolar AS), Pertamina (minyak dan gas, 2,6 miliar dolar), dan Garuda Indonesia (maskapai penerbangan, 582 juta dolar AS).

Dalam perhelatan Konferensi Tingkat Tinggi G20 di Bali, bahan bakar fosil menjadi salah satu isu pokok yang dibicarakan. Salah satu kesepakatan yang dibuat dalam KTT G20 itu adalah terkait dengan bahan bakar fosil atau bahan bakar minyak (BBM). Negara-negara G20 sepakat untuk memangkas subsidi BBM yang dianggap mendorong konsumsi BBM jadi lebih boros.

"Kami akan meningkatkan upaya kami untuk mengimplementasikan komitmen yang dibuat pada tahun 2009 di Pittsburgh untuk pemangkasan secara bertahap dan merasionalisasi, dalam jangka menengah, subsidi bahan bakar fosil yang tidak efisien, yang mendorong konsumsi lebih boros," bunyi kutipan poin nomor 12 dalam kesepakatan tersebut, seperti dikutip dari Detikcom.

Selain itu dibicarakan pula isu transisi energi. Dalam dokumen tersebut, negara-negara G20 sepakat untuk mempercepat transisi energi dengan meningkatkan pembangunan pembangkit listrik non emisi atau rendah karbon.

"Kami akan dengan cepat meningkatkan penyebaran pembangkit listrik nol dan rendah emisi, termasuk energi terbarukan sumber daya, dan langkah-langkah untuk meningkatkan efisiensi energi, teknologi, dengan mempertimbangkan keadaan nasional," tertulis dalam poin nomor 11.

Atas pembahasan isu transisi energi ini, Melky Nahar, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), mewanti-wanti agar pembukaan tambang-tambang mineral sebagai sumber daya baterai listrik tidak merusak lingkungan dan ekonomi masyarakat sekitar.

"Elektrifikasi sistem transportasi beserta ketergantungan baru pada mineral bahan baku baterai telah memicu kolonisasi wilayah-wilayah ekstraksi di Indonesia dan di negara-negara Selatan lain," kata Melky dalam tulisannya di Tempo.co.

Jadi, jangan sampai pertambangan minyak dan gas serta batubara hanya digantikan oleh pertambangan mineral lain seperti nikel. Kalau hanya seperti itu, menurut Melky, "ekstraksi hanya berpindah lokasi, namun daya rusaknya sama."