Menyibak Kekayaan Arkeologis dari Ngarai Olduvai di Tanzania

By Galih Pranata, Jumat, 25 November 2022 | 10:00 WIB
Pemandangan Ngarai Olduvai di Tanzania Utara. (Noel Feans/JSTOR Daily)

Nationalgeographic.co.id—Menelusuri perjalanan sejarah, tentunya tidak akan lepas pada situs-situs penting yang meninggalkan ceritera di baliknya. Sebut saja situs-situs terpenting dalam mengungkap kembali sejarah, Ngarai Olduvai.

Ngarai ini pernah diteliti oleh seorang ahli  untuk membuktikan narasi di balik terjaganya situs bersejarah Olduvai. Ialah Mary Leakey. Dalam karirnya sebagai ahli paleoantropologi, Leakey membuat beberapa penemuan yang luar biasa.

"Dia menemukan tengkorak Proconsul pertama, salah satu hominoid paling awal yang diketahui," tulis Wudan Yan kepada JSTOR Daily dalam artikel berjudul The Prehistoric Secrets of Olduvai Gorge yang terbit pada 4 April 2016.

Selain itu juga, Leakey "menemukan jejak kaki hominid di Laetoli yang diperkirakan berusia 3,6 juta tahun," imbuhnya. Salah satu penemuan yang membuat ngarai ini menjadi sohor karena ia menemukan tengkorak Zinjanthropus.

Ia merupakan salah satu fosil paling terkenal di situs Tanzania utara yang disebut Ngarai Olduvai. Sejak Leakey dan suaminya, Louis, menemukan kekayaan peninggalan arkeologis di ngarai ini pada tahun 1959, Olduvai telah menjadi salah satu situs paleoantropologi terpenting di dunia.

Pada tahun 1979, Olduvai ditetapkan sebagai situs Warisan Dunia UNESCO. Ngarai ini memiliki panjang 30 mil dan kedalaman 295 kaki. Deposito yang terekspos di sisinya berasal dari 2,1 juta tahun yang lalu.

Di sana, lebih dari 60 fosil hominin—kategori yang mencakup nenek moyang purba—telah ditemukan. Para ilmuwan terus bekerja di sana melampaui karir (dan rentang hidup) Leakeys.

Para pekerja ini dengan giat mengumpulkan bukti untuk merekonstruksi gambaran seperti apa kehidupan 1,8 juta tahun lalu dengan memanfaatkan kekayaan arkeologis situs.

Pemandangan Pegunungan Pare Selatan di Tanzania utara. (Andreas Hemp)

Beberapa temuan penting di sana diterbitkan baru-baru ini di Prosiding National Academy of Sciences. Dosebutkan bukti yang menunjukkan bahwa hominid yang tinggal di sana bersaing untuk bertahan hidup dengan karnivora seperti singa, macan tutul, dan hyena.

Berdasarkan tingginya konsentrasi tulang yang ditemukan di lokasi tersebut, tim PNAS berpikir bahwa hominid ini memperoleh bangkai di tempat lain dan kemudian memakannya di hutan, di mana mereka dapat memakannya dengan aman.

Hewan buruan yang umum mereka—masyarakat pendukungnya—makan termasuk jerapah, gajah, rusa kutub, dan pelari cepat dari keluarga antelop. Tentunya hewan yang dikonsumsi ini berdasar pada bukti arkeologis.