Hak Ayah Menjual Anak dan Tiga Fakta Aneh Lainnya di Zaman Romawi

By Utomo Priyambodo, Rabu, 30 November 2022 | 09:00 WIB
Pasar Budak' (1882) oleh Gustave Boulanger. (Public domain)

Nationalgeographic.co.id—Hanya sedikit masyarakat kuno yang memiliki pengaruh besar di dunia modern seperti masyarakat Romawi kuno. Jejak budaya, agama, dan hukum mereka masih dapat dirasakan di masyarakat saat ini.

Namun ini tidak berarti bahwa semua yang dilakukan orang Romawi masuk akal. Berikut adalah empat fakta aneh yang mengejutkan tentang kehidupan orang-orang Romawi kuno dan untungnya hal-hal itu tidak lagi terjadi atau berlaku di zaman modern saat ini.

1. Ayah Bisa Menjual Putranya untuk Jadi Budak

Bukan rahasia lagi bahwa orang-orang Romawi banyak menggunakan perbudakan. Budak di Roma tidak memiliki hak dan hidup sengsara. Sebagian besar, warga negara Romawi bebas dari bahaya perbudakan, kecuali mereka melanggar hukum.

Namun ada satu pengecualian yang cukup aneh. Para ayah Romawi dapat menjual (atau lebih tepatnya menyewakan) anak laki-laki mereka sebagai budak, tetapi itu hanya sementara.

Sebagaimana dikutip dari Ancient Origins, ayah dan calon pembeli akan mencapai kesepakatan mengenai harga dan durasi perbudakan putranya. Ketika waktunya habis, pembeli diharapkan membawa putranya kembali dalam kondisi yang kira-kira sama dengan saat dia menerimanya.

Seperti kebanyakan hal dalam masyarakat Romawi, sang ayah hanya bisa melakukan ini secukupnya. Dia bisa menjual anak yang sama dua kali dan semuanya baik-baik saja.

Namun demikian, jika dia menjual putranya untuk ketiga kalinya, dia dianggap sebagai ayah yang tidak layak. Setiap anak laki-laki yang dijual oleh ayahnya tiga kali dibebaskan secara hukum dari orang tuanya yang serakah (tetapi hanya setelah dia menyelesaikan tugas ketiganya sebagai budak).

"Aturan 3 penjualan" ini berlaku untuk setiap anak. Itu berarti bahwa jika seorang ayah ingin terus menghasilkan uang dari anak-anaknya, yang perlu dia lakukan hanyalah terus menghasilkan lebih banyak anak. Pepatan "banyak anak banyak rezekiz" mungkin juga diyakini oleh para ayah Romawi.

2. Larangan Mengenakan Warna Ungu

Sudah menjadi rahasia umum pada saat ini bahwa seperti banyak masyarakat, orang-orang Romawi terobsesi dengan kelas. Apa yang tidak disadari banyak orang adalah betapa terobsesinya orang Romawi pada kelas sampai ada larangan terkait warna.

Ambil contoh, fakta bahwa mayoritas orang Romawi bebas dilarang memakai warna ungu. Dalam masyarakat Romawi, warna ungu diasosiasikan dengan kemuliaan, kekuasaan, dan royalti. Dengan demikian pemakaian toga ungu hanya diperuntukkan bagi Kaisar dan orang-orang Romawi berpangkat tinggi lainnya.