Nationalgeographic.co.id—Penelitian menyebutkan bahwa pemanasan global dapat memengaruhi kesehatan. Berbagai penyakit bermunculan, sebagian besar disebabkan oleh mikroba, bakteri, dan ganggang. Ilmuwan telah memperkirakan akan bertambahnya tingkat kematian karena gelombang panas, bencana alam, dan malaria.
Beberapa ilmuwan yang dibiayai oleh The Ocean and Human Health Initiative dari The National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) akan mengidentifikasi resiko penyakit karena pemanasan global. Hasilnya seperti berikut ini.
Kontaminasi Makanan Laut oleh Ganggang Beracun
Ganggang merah yang menyebabkan zona mati di laut berkembang dengan pesat seiring dengan pemanasan global, khususnya di Utara Amerika. Hal ini diungkapkan oleh Stephanie Moore dari NOAA. Ganggang Alexandrium catenella yang memproduksi racun dapat mengontaminasi makanan yang berasal dari laut dan mengakibatkan kelumpuhan—bahkan kematian, meskipun langka—pada manusia.
Dengan menghitung suhu air dan peningkatan suhu global, Moore dan rekannya di Universitas Washington, menggambarkan bagaimana ganggang dapat berkembang pesat. “Musim mekar ganggang beracun bertambah panjang dan jumlah ganggang yang mekar tiap musim pun bertambah,” ungkap Moore. “Sekarang, musim mekar ganggang tersebut selama dua bulan, akan tetapi pada tahun yang akan datang, jangka waktu mekar pun akan bertambah menjadi tiga bulan,” tambahnya.
Ledakan Bakteri Berbahaya
Perubahan iklim menyebabkan wilayah yang lembab akan menjadi lebih lembab, sedangkan wilayah kering semakin kering. Fenomena ini akan mengakibatkan debu-debu berterbangan dan biasanya akan berakhir di lautan. Debu-debu mempercepat perkembangan bakteri yang membahayakan dan bakteri tersebut berakhir di makanan laut.
Erin Lipp dan Jason Westrich dari Universitas Georgia telah menemukan bahwa Gurun Maroko dapat mempercepat perkembangbiakan Vibrio, sejenis bakteri laut. Uji coba dilakukan dengan memasukkan debu dari Maroko ke air laut di Florida. Hasilnya, pertumbuhan Vibrio meningkat sebanyak 10 hingga 1.000 kali lipat. Ilmuwan menemukan bahwa zat besi yang terkandung di dalam debu-debu itulah yang mengakibatkan perkembangbiakan.
Sistem Pembuangan Mencemari Air Minum
Sandra McLellan dari Universitas Wisconsin-Milwaukee, telah meneliti bahwa peningkatan curah hujan mempengaruhi sistem pipa pembuangan di sekitar Great Lakes. Di Wisconsin, pertumbuhan penduduk memaksa penambahan pada kapasitas sistem pipa pembuangan yang ada. Pada saat terjadi badai, air di pembuangan akan melimpah dan membanjiri danau, tentu saja air pembuangan ini mengandung bakteri dan virus.
Hanya dengan 4,3 sentimeter curah hujan, air langsung melimpah dan membanjiri sungai. McLellan mengatakan bahwa setengah abad mendatang, volume curah hujan akan meningkat sampai 20 persen. “Bukanlah perubahan iklim yang mengakibatkan masalah baru, kita sudah bermasalah dengan hal ini. Namun, saat kita ingin mencegah hal skenario buruk itu terjadi, kita sudah terdahului oleh pemanasan global dan pertumbuhan penduduk,” tambah McLellan.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Laurens Bouwer, peneliti dari Institute for Environmental Studies, menyimpulkan kalau peningkatan kerugian akibat bencana alam tidak disebabkan oleh perubahan iklim global. "Setidaknya belum disebabkan oleh perubahan iklim," kata Bouwer. Kerugian lebih banyak disebabkan oleh tingkat kesejahteraan dan pertumbuhan penduduk.
Stop salahkan perubahan iklim!Berdasarkan 22 studi tentang dampak bencana alam di seluruh dunia dalam 30 tahun terakhir. Bouwer mendapati kalau tingkat kesejahteraan masyarakat secara global meningkat. Orang punya uang lebih banyak untuk membeli properti dan mobil, kata Bouwer memberi contoh. Lalu ketika bencana terjadi potensi nilai kerusakan jadi lebih besar dibandingkan dahulu.
Baca Juga: Sebagian Eropa Memanas Dua Kali Lebih Cepat dari Rata-rata Planet Ini
Bouwer juga menganggap penambahan penduduk menjadi penyebab bertambahnya kerugian akibat bencana alam. Ia menghubungkan penambahan jumlah penduduk tersebut dengan pembukaan lahan untuk tempat tinggal di daerah rawan bencana. "Seperti populasi penduduk Bangladesh di tempat yang rawan banjir," jelasnya."Kedua faktor itu yang membuat jumlah kerugian, yang diakibatkan bencan alam, bertambah," tegas Bouwer pada artikelnya yang diterbitkan pada jurnal Bulletin of American Metereological Society.Bouwer tetap mengakui tidak dapat mengabaikan perubahan iklim sebagai penyebab bencana alam. Studi tambahan diperlukan untuk mempelajari faktor-faktor penyebab kerugian, mulai dari perubahan iklim sampai jumlah penduduk untuk membuat tindak pencegahan yang standar.Baca Juga: Tumbuhan Beradaptasi dengan Perubahan Iklim Melalui Ingatan Epigenetik
Baca Juga: Debu Gurun dari Es Gletser Menyimpan Rahasia Perubahan Iklim Bumi
Baca Juga: Peristiwa Cuaca Ekstrem Memicu Timbulnya Ancaman Penyakit Kulit