Nationalgeographic.co.id—Pada zaman modern ini penggunaan Internet of Things (IoT) untuk sektor transportasi mulai banyak dikembangkan untuk menunjang pengalaman mobilitas yang lebih baik. IoT merupakan sistem yang menghubungkan objek fisik dengan jaringan internet untuk menghasilkan nilai-nilai baru dan manfaat bagi umat manusia.
Beberapa teknologi transportasi yang telah menggunakan basis IoT antara lain pengelolaan lalu lintas, self-driving car, otomasi pembelian tiket, monitoring transportasi, serta peningkatan keamanan transportasi publik.
Baru-baru ini, peneliti Institut Teknologi Bandung melakukan penelitian untuk mengembangkan sistem keamanan transportasi berupa road damage detection atau sistem deteksi kerusakan jalan. Sistem ini dimaksudkan untuk meningkatkan keamanan mobilitas transportasi di beberapa segmen jalan yang rawan mengalami kerusakan.
Menggunakan data yang dikumpulkan lewat dashcam kendaraan, sistem akan mengenali kategori jalan rusak serta mengirimkan hasilnya kepada pemerintah terkait yang berwenang mengelola jalan tersebut.
“Kalau kita bisa memanfaatkan data dari dashcam setiap pengguna mobil yang lewat, sistem bisa melaporkan data tersebut secara otomatis ke pihak yang berwenang untuk memberi tahu kalau di lokasi X ada jalan yang perlu diperbaiki,” ujar I Gusti Bagus Baskara Nugraha, peneliti Pusat Inovasi Kota dan Komunitas Cerdas ITB dalam workshop bertajuk Pemanfaatan Teknologi IoT dalam Pembangunan Smart Mobility pada November lalu.
Sayangnya, saat ini dashcam yang ada di pasaran belum mampu melakukan hal tersebut. Jadi, pengembangan prototipe dashcam khusus masih harus terus dilakukan. Dashcam yang dikembangkan akan mampu mendeteksi kerusakan jalan mulai dari kategori rusak ringan sampai rusak berat berdasarkan algoritma tertentu yang dikembangkan melalui machine learning.
Akurasi data menjadi isu terbesar yang harus dipenuhi oleh sistem pendeteksi ini. Untuk itu, diperlukan sumber data yang banyak agar sistem dapat mengenali berbagai variasi kerusakan jalan serta meminimalisir kemungkinan salah deteksi.
“Pekerjaan machine learning atau artificial intelligence yang paling melelahkan adalah pengumpulan data. Bisa berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun. Supaya saat kita latih komputernya, dia benar benar pintar dan akurat, jadi datanya harus banyak,” papar Baskara seperti dikutip dari situs resmi ITB.
Sistem road damage detection saat ini masih mengandalkan identifikasi manual dengan cara melihat video rekaman dashcam secara langsung, kemudian pengamat harus memblok area jalan yang mengalami kerusakan. Namun ketika sistem sudah beroperasi secara optimal, hasil rekaman dashcam akan langsung dikirim ke cloud pusat yang ada pada server.
Tantangan yang kemudian muncul adalah besarnya bandwidth yang dibutuhkan untuk mengirim dan mengunduh data. Kalaupun bandwidth mencukupi, tantangan lain adalah masalah biaya yang relatif besar saat mengirim maupun mengunduh data dari cloud pusat.
Baca Juga: Jalanan Indonesia Sering Rusak? Inovasi Ini Mungkin Bisa Jadi Solusi